Isu-isu Pemilu Amerika dari Lensa Fotografer National Geographic

By , Rabu, 23 November 2016 | 15:00 WIB

Banyak isu-isu kunci dari siklus pemilu baru-baru ini merupakan topik yang telah menjadi cakupan National Geographic selama bertahun-tahun: lingkungan, perubahan iklim, imigrasi, ras, kemiskinan, hak-hak perempuan.

Selama berbulan-bulan fotografer kami bertugas untuk cerita ini, mereka terbenam dalam kehidupan dan tempat-tempat yang mereka foto. Nama Stephanie Sinclair misalnya, identik dengan karyanya pada pemberdayaan perempuan dan anak perempuan; sementara Ruddy Roye dengan potret yang memanusiakan kembali orang Amerika berkulit hitam.

Kami meminta beberapa fotografer National Geographic untuk merenungkan cerita mereka untuk majalah, yang juga menjadi topik yang membantu membentuk hasil pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016. Ini adalah keyakinan dan opini pribadi mereka, dan tidak mewakili pandangan National Geographic.

Ruddy Roye

Saya merasa terhormat diminta untuk memotret National Museum of African American History and Culture yang baru untuk majalah National Geographic edisi Oktober 2016, karena memungkinkan saya untuk berada di garis depan sejarah dan ras di Amerika.

Sebagai seorang imigran Jamaika, saya sering membuat perbandingan antara bagaimana identitas saya sebagai pria kulit hitam dibentuk, dan bagaimana saya melihat anak laki-laki hitam yang dibesarkan di negeri ini. Salah satu perbedaan yang nyata adalah bagaimana pengenalan awal budaya dan pengajaran sejarah membantu untuk memahat dan membentuk identitas saya.

Hal serupa tidak terjadi di sini, di Amerika. Kurikulum sekolah tidak menanamkan kebanggaan terhadap kulit hitam, dan saya percaya bahwa perbedaan sendiri merupakan bagian integral bagaimana anak laki-laki hitam melihat diri mereka dalam budaya Amerika kulit putih. Dalam perjalanan-perjalanan saya di kota yang dirusak oleh kejahatan, saya melihat bahwa sebagian besar anak laki-laki muda kulit hitam mendapatkan identitas mereka dari gangster tua di komunitas mereka.

Ras di Amerika benar-benar tentang kekuatan: siapa yang memilikinya, dan apa artinya kehilangan.

Secara historis, ras digunakan sebagai alat untuk membenarkan perbudakan dan menanamkan rasa takut diperbudak. Hari ini kemajuan yang dirasakan kulit hitam menciptakan ketakutan dalam kelompok dalam konstruksi sosial yang sama. Bagi sebagian orang, pemilihan Presiden Obama, seorang pria kulit hitam, berarti bahwa negara ini sedang mengatasi perbudakan sekali dan untuk semua. Ini melambangkan bahwa orang-orang hitam akhirnya memiliki kekuatan. Tetapi juga mengisyaratkan pada beberapa orang putih,  jika kulit hitam memperoleh kekuasaan, maka mereka kehilangan akan kehilangan kekuasaan.

Stephanie Sinclair

Nujood Ali berusia 10 tahun ketika ia melarikan diri dari suaminya yang kasar, dan memanggil taksi untuk membawanya ke pengadilan di Sanaa, Yaman. Tindakan berani gadis tersebut dan pertempuran hukum yang terjadi, mengubahnya menjadi pahlawan internasional untuk hak-hak perempuan. Kini, ia telah bercerai, dan kembali ke rumah bersama keluarganya dan kembali bersekolah. (Stephanie Sinclair/National Geographic)

Tumbuh dengan dua model peran perempuan yang sangat kuat mendorong saya, sebagai fotografer, untuk membawa kesadaran yang lebih besar untuk perjuangan yang dilakukan oleh perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia. Ibu dan nenek saya berjuang keras untuk hak-hak mereka dan mengajari saya bagaimana pentingnya pendidikan dan kemandirian finansial untuk kebahagiaan pribadi, perdamaian, dan kemakmuran. Pemilu tahun 2016 telah menunjukkan kepada kita betapa rapuhnya nilai-nilai tersebut, bahkan di Amerika Serikat.

Saya telah memotret masalah perempuan di berbagai negara selama 15 tahun terakhir. “Too Young to Wed” telah diterbitkan dalam majalah National Geographic pada tahun 2011, dan saat ini saya menggarap cerita lain tentang gadis-gadis untuk edisi Januari 2017. Saya terus memperjuangkan hak-hak perempuan melalui jurnalisme visual dengan dukungan dari organisasi nirlaba saya, Too Young to Wed.

Retorika jelek di seputar pemilihan AS sudah mulai menormalkan dinamika sosial yang sama seperti di negara-negara yang berjuang dengan perkawinan anak-anak dan praktek berbahaya lainnya terhadap perempuan dan anak perempuan: yaitu, bahwa perempuan tidak dihargai di luar tubuh mereka, tidak memiliki hak suara, dan bahwa laki-laki harus diizinkan untuk mengambil yang mereka inginkan dan lakukan apa yang mereka mau. Lebih dari sebelumnya, perjuangan untuk kesetaraan perempuan adalah isu krusial hak asasi manusia yang perlu cakupan prioritas di AS, maupun di luar negeri.!break!