Impor Sandang dalam Perniagaan di Asia Tenggara Sejak Abad ke-16

By Galih Pranata, Sabtu, 8 Januari 2022 | 14:00 WIB
Lukisan mode busana India Kuno. (Asian Geographic)

Nationalgeographic.co.id—Asia Tenggara diapit oleh dua produsen pakaian terbaik di dunia, India yang memproduksi pakaian berbahan kapas dan Cina dengan produksi pakaian berbahan sutera.

Meski memiliki karakteristik produk pakaian, kedua negara tersebut juga menggunakan dua bahan yang sama, satu sama lain. Cina juga memproduksi pakaian berbahan kapas, dan India dengan pakaian yang berbahan sutera.

Asia Tenggara sejak abad ke-16 telah menjadi tearget pasar bagi India dan Cina dalam rute perdagangan internasional. "Asia Tenggara selalu dikenal sebagai konsumen," tulis Anthony Reid.

Anthony Reid menulis dalam bukunya, berjudul Asia Tenggara dalam Kurun Waktu Niaga 1450-1680, Jilid 1, terbitan tahun 1992. 

Ungkapan Reid yang menyebut Asia Tenggara sebagai wilayah yang cukup konsumtif, dibuktikan dengan banyaknya permintaan terhadap kebutuhan sandang. "Tidak mungkin India menginjakkan kakinya di Asia Tenggara dengan tanpa adanya permintaan," jelasnya.

Setelah para pedagang dari Gujarat dan Cina silih berganti memasarkan komoditasnya di Asia Tenggara, menyusul bangsa Eropa yang secara berangsur-angsur mengisi pos-pos dagang penting di Asia Tenggara.

Baca Juga: Kain Ini Terbuat dari Jaring Laba-laba, Produk Tekstil Terlangka Dunia

Berita tentang pola konsumtif atau yang disebut oleh Reid sebagai 'keborosan', menjadi identik dengan bangsa-bangsa Asia Tenggara. Mereka lebih sering membelanjakan pakaian dan perhiasan, sebagai pengeluaran tertingginya.

"Helai-helai pakaian dari kapas bahkan digunakan sebagai mata uang di beberapa wilayah Sulawesi, termasuk Buton. Sedangkan di Jawa, Makasar, dan Luzon (Filipina), tuntutan kolonial diukur dengan hitungan pakaian setempat," imbuh Reid.

Pakaian India dan Cina, sangat digandrungi oleh kalangan elite dan bangsawan kaya raya, berkat warna-warnanya yang cemerlang, pola-polanya yang indah, serta kedudukannya sebagai barang langka.

Buku Anthony Reid, menyebut aktivitas impor atau membeli produk dari luar Asia Tenggara yang marak sejak abad ke-16, konotasinya lebih kepada aktivitas perbelanjaan kaum elite dan aristokrat terkemuka.

Para orang-orang kaya raya tersebut membelanjakan hartanya untuk memenuhi hasrat mereka, mendapatkan sandang yang berkualitas. Sedangkan, penduduk setempat hanya menggunakan pakaian yang mereka rajut sendiri dari hasil pertanian.