Nationalgeographic.co.id—Tubuh merupakan medium kesenian yang paling awal dan paling penting. Bagaimanapun, tubuh manusia perlu dihias agar terlihat berbeda dari makhluk hidup lainnya, seperti hewan maupun tumbuhan.
Dengan cara membedakannya, pria dewasa akan menghiasi tubuhnya dengan tato. Jika sejak kecil mereka diajarkan untuk menghias tubuh, agar tetap bersih dan harum, berbeda saat mereka tumbuh dewasa.
"Untuk menjadi dewasa, diperlukan lukisan serta hiasan pada tubuh, meski sifatnya menyakitkan (tato)," tulis Anthony Reid dalam bukunya Asia Tenggara dalam Kurun Waktu Niaga 1450-1680, Jilid 1, terbitan tahun 1992.
Perataan serta penghitaman pada gigi merupakan kebiasaan yang paling umum dalam hal menghias tubuh bagi orang-orang Asia Tenggara sejak tahun 1700-an.
Menurut Fitch dalam buku Reid, orang Burma (Myanmar) telah terbiasa untuk menghitamkan gigi mereka, untuk membedakan diri mereka dari anjing-anjing yang memiliki gigi yang putih.
Baca Juga: Kala Menghitamkan Gigi Menjadi Simbol Kecantikan Wanita Jepang
Pandangan dan kepercayaan orang-orang Vietnam tak hanya sebatas anjing atau hewan yang memiliki gigi putih, melainkan juga hantu-hantu di sana yang juga memilikinya. Sehingga, dibuat ritual remaja untuk menghitamkan gigi, membedakan mereka dengan roh jahat.
Selain dari ritual menghitamkan gigi, pelubangan dan penggembungan daun telinga juga adalah ritual bagi pria dan wanita sejak abad ke-14 M.
Namun, sejak Islam masuk dan berkembang di Jawa dan beberapa kawasan Asia Tenggara lain sejak abad ke-17, ritual itu mulai ditinggalkan.
Source | : | Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 (1992),The Aswang Project |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR