Temuan Besi dari 2.000 tahun Silam di Swedia Ubah Pemahaman Sejarah

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Senin, 10 Januari 2022 | 17:00 WIB
Mata sabuk yang ditemukan di situs arkeologi Sangis. Temuan ini mengubah pandangan sejarah bahwa kepandaian besi bisa berkembang pula pada masyarakat berburu-pengumpul. (S. Nygren/Norrbottens Museum)

Nationalgeographic.co.id—Lebih dari 2.000 tahun lalu, ketika masyarakat pertanian di Asia Barat dan Eropa Timur mulai mengenal besi, rupanya seiring dengan masyarakat pemburu-pengumpul di kawasan yang jauh di utara sekitar Arktik. Kepandaian mereka mengasah logam masyarakat di utara ini bisa dibilang sama majunya.

Hal itu dibuktikan dengan temuan tungku kuno pada lubang api di dua situs timur laut Swedia. Tungku itu digunakan masyarakat pemburu-pengumpul digunakan untuk pengerjaan logam, yang kemungkinan untuk senjata berburu mereka.

Carina Bennerhag, arkeolog dari Lulea University of Technology melakukan penggalian di situs pertama di Sangis. Tungku yang ditemukan digunakan untuk peleburan besi berbentuk persegi panjang, yang terdiri dari kerangka lempengan batu dengan satu sisi terbuka.

Sebuah poros tanah liat dibangun di dalamnya, dan sebagian pada sisinya. Lubang-lubang di sisi ini berfungsi sebagai saluran masuk untuk udara yang ditiupkan pada pada arang yang terbakar di dalamnya, mungkin lewat sesuatu penghembus yang ditempatkan di atas batu datar, terangnya.

Dalam laporan yang ditulisnya bersama tim di jurnal Antiquity yang terbit Desember 2021, menuliskan usianya yang berasal dari 200 dan 50 SM, lewat penanggalan radiokarbon. Ini menunjukkan peradaban di sekitar yang masih menjadi pemburu-pengumpul itu sudah pandai memproduksi besi.

Di Sangis juga ditemukan temukan tembikar dan bahan lainnya yang diketahui berasal dari 500 SM hingga 900 Masehi. Temuan lain itu termasuk banyaknya tulang ikan, dan tiga lubang api yang memiliki jejak penggunaan tungku yang dipanaskan dan membuat besi.

Sementara logam yang diproduksi adalah yang terbuat dari besi dan dan baja, perunggu yang ditemukan pada sejenis sabuk, dan limbah logam dengan tetesan tembaga di permukaannya. Ini menunjukkan, jelas Bennerhag dan tim, ada banyak jenis logam berbeda yang diproduksi di sini.

Pada mata sabuk perunggu itu, tim mengatakan, gaya dekoratifnya menyerupai benda logam yang ditemukan di situs pemburu-pengumpul di sekitar Rusia barat laut yang berasal dari dari 2.300 tahun silam.

Penggunaan logam juga tampak terampil pada masyarakat pemburu-pengumpul Sangis, seperti pisau yang lempengannya telah dilas dengan orang yang ahli. Bahkan, salah satu benda logam yang ditemukan dengan produksi terampil itu, meningkat kekuatannya setelah melewati dua jenis proses pemanasan.

Baca Juga: Situs Pulau Ampat, Peradaban Besi yang Tenggelam di Dasar Danau Matano

Sementara itu, penggalian di Vivungi yang terletak lebih utara dari Sangis, para peneliti menemukan sisa-sisa dua tungku peleburan besi yang mengandung bijih besi. Di sana ada barang produksi sampingan berbahan besi dan pecahan lapisan dinding keramik, tetapi tidak ditemukan bukti adanya lubang api tempat besi dimurnikan atau ditempa lebih lanjut.

Berdasarkan usianya, produksi di sini dimulai sekitar 100 SM. Meski demikian, penanggalan karbon pada tulang hewan yang ditemukan sekitar pembakaran Vivungi, pemburu-pengumpul telah berulang kali menempati lokasi ini sekitar 5300 SM hingga 1600 Masehi.

Menurut para arkeolog, penduduk yang tinggal di sekitar lingkar Arktik itu mampu memproduksi kerajinan benda logam dengan upaya pengorganisasian berskala besar.

Tungku pembakaran pembuatan besi di situs Vivungi. Pada gambar di bawah, arang menyisakan jejak bentuk besi yang digunakan di atasnya untuk produksi logam. ( C. Bennerhag/Norrbottens Museum)

"[Mereka] Mungkin memperoduksi lebih banyak besi dan beja dan lebih terorganisir seara sosial dan menetap daripada yang kita duga sebelumnya," kata arkeolog Kristina Söderholm, salah satu penulis makalah dari The History Unit di Lulea University of Technology pada Science News.

Mereka yang hidup berpindah-pindah selama beberapa tahun itu tampaknya bertukar sumber daya dan pengetahuan terkait metalurgi, cara untuk mengekstrak logam dari bijih. Biasanya gaya hidup nomaden mereka dilakukan dengan melintasi hutan yang dingin, dan mencari danau atau petak rawa sebagai sumber daya utama bertahan hidup.

Para peneliti menjelaskan, kelompok-kelompok pemburu-pengumpul ini pasti telah lama menetap untuk waktu yang cukup lama pada kawasan yang dekat dengan sumber daya penting dalam produksi logam.

Baca Juga: Bagaimana Manusia Kuno Menyimpan Makanan Sebelum Kulkas Diciptakan?

Mereka pastinya membutuhkan bijih yang melimpah, kayu yang dibutuhkan untuk membuat arang dan tanah liat, dan batu, yang berguna untuk membuat tungku dan lubang api yang digunakan dalam produksi besi.

Marcos Martinón-Torres, arkeolog University of Cambridge dan tidak terlibat dalam penelitian, berpendapat bahwa temuan ini mendorong lebih jauh pandangan sejarah bila peradaban besi berasal dari masyarakat pertanian di Asia Barat lebih dari 3.000 tahun silam. Sebelumnya, teknologi pengeolahan besi dianggap disebar ke tempat lain dan diadopsi.

"Studi ini sangat mendalam karena logamnya adalah besi, biasanya dianggap sebagai metalurgi yang lebih menantang daripada tembaga atau emas; pembuatnya adalah pemburu-pengumpul, secara historis diasumsikan hanya menggunakan teknologi dasar; dan lokasinya berada di wilayah yang sebagian besar diabaikan dalam sejarah teknologi," ujarnya.

 Baca Juga: Temuan Harta Karun di Rusia Membuka Titik Terang Tentang Zaman Migrasi