Siapa Sangka, Makanan di Piring Kita Menyumbang Jejak Karbon?

By Fikri Muhammad, Selasa, 1 Februari 2022 | 07:00 WIB
Siapa kira makanan bertanggung jawab atas sekitar 26% emisi gas rumah kaca global. (Freepik)

Ekspansi pertanian juga menghasilkan konversi hutan, padang rumput, dan ‘penyerap’ karbon lainnya yang menghasilkan emisi karbon dioksida. Perubahan penggunaan lahan ini menyumbang 24% emisi karbon. (Donny Fernando)

Jarak juga biasanya paling menjadi sorotan dalam jejak karbon. Sehingga kita berpikir untuk membeli daging sapi lokal untuk mengurangi emisi dari transportasi. Tapi porsinya dalam penyumbang emisi terbilang kecil, biasanya kurang dari 1%. Apakah kita beli dari peternakan yang jauh atau tidak itu bukan masalah besar dari jejak karbon, tapi fakta bahwa itu daging sapi. 

Joseph Poore dan Thomas Nemecek dalam penelitiannya memperkirakan jika rata-rata rumah tangga di AS mengganti kalori mereka dari daging merah dan susu ke ayam, ikan atau telur satu hari per minggu, mereka akan menghemat 0,3 tCO2eq. Jika mereka menggantinya dengan alternatif nabati, mereka akan menghemat 0,46 tCO2eq. Dengan kata lain, melakukan diet daging merah dan susu'(tidak sepenuhnya bebas daging) satu hari per minggu akan mencapai hal yang sama dengan melakukan zero food mile

Ada temuan menarik dari Klimato, perusahaan rintisan Swedia yang menghitung jejak karbon makanan. Fasilitas layanan makanan baik itu restoran, penyedia katering, truk makanan lokal, atau kantin perusahaan besar nantinya dapat menampilkan dampak iklim dari menu makanan yang mereka tawarkan. Menurut Anton Unger, CEO & salah satu pendiri Klimato kepada Time, membuat pilihan sadar iklim saat memesan menu makanan tidak terlalu sulit atau berat. Masalahnya adalah kebanyakan orang tidak tahu jejak karbon dari makanan mereka. 

Klimato menggunakan analisis siklus hidup yang melihat emisi CO2 dari produksi dan distribusi bahan demi bahan untuk menghasilkan total emisi akhir makanan. 

“Menyadari dampak iklim dari setiap tindakan konsumen, baik itu memesan burger daging sapi atau membeli celana jins, akan membantu meningkatkan kesadaran dan akuntabilitas atas tindakan kita sendiri dan hubungan langsung antara apa yang saya beli/makan/pakai dan dampaknya. Ini mempengaruhi iklim,” tutur Unger. 

Baca Juga: Hutan Indonesia Cuma Berdampak Kecil Pada Target Pengurangan Emisi

Mengurangi emisi dari produksi pangan akan menjadi salah satu tantangan besar manusia dalam beberapa dekade mendatang. Tidak seperti banyak aspek produksi energi di mana peluang untuk meningkatkan energi rendah karbon tersedia. 

Berkenaan dengan banyaknya permasalahan lingkungan terkait karbon, Toyota Eco Youth kembali hadir untuk mencetak agen perubahan dan mengedukasi anak muda Indonesia untuk berperan dalam upaya mencapai netralitas karbon. Dalam programnya yang ke-12 kali ini, Toyota Eco Youth mengusung tema "Ecozoomers"sebutan untuk Gen-Z yang memiliki kepedulian dalam menyelamatkan lingkungan dengan memanfaatkan teknologi. 

Saat ini, Toyota Indonesia dan dewan juri akan menetapkan kriteria untuk menyaring tiga proposal sekolah terbaik dari 25 sekolah yang ikut serta dalam program TEY 12. Tiga sekolah terbaik akan dibuatkan aplikasi oleh Toyota Indonesia untuk mendukung proyek dan inovasi agar terciptanya pembangunan yang berkelanjutan.

Baca Juga: Wahai Anak Muda, Indonesia Menanti Langkahmu untuk Netralitas Karbon