Nationalgeographic.co.id—Kepulauan Rajaampat kerap dijuluki surga terakhir di dunia. Kepulauan ini terkenal memiliki keindahan atas dan bawah lautnya. Inilah rumah bagi ribuan spesies hewan laut di perairannya. Salah satunya pari manta (Giant oceanic manta ray) dengan status terancam punah. Bahkan, Rajaampat menjadi tempat agregasi terbesar kedua Pari manta di dunia setelah Maldives. Jumlah populasinya mencapai 1.500 ekor.
Nama umumnya dengan sebutan Manta alfredi, Manta birostris, pari manta karang, dan pari manta oceanic. Namun setelah penelitian terbaru, pari manta masuk dalam klasifikasi Genus mobula. Terbagi menjadi dua jenis Mobula birostris dan Mobula alfredi.
Kumpulan manta terbesar terdeteksi di tiga titik kawasan konservasi. Kawasan Konservasi Perairan Daerah Selat Dampier, Suaka Alam Perairan (SAP) Rajaampat, dan SAP Waigeo Sebelah Barat.
Kajian manta terbagi menjadi beberapa aktivitas berupa sensus populasi dan pola pergerakan pari manta yang terdapat di perairan Rajaampat. Kemudian melakukan foto ID atau foto identifikasi untuk membandingkan dengan data base yang telah ada sebelumnya. Foto ID pada ikan pari manta layaknya sidik jari pada manusia. Mereka juga memiliki ID berbeda setiap individu. Maka, butuh penyelaman dan foto bawah laut untuk menangkap momen saat manta membuka lebar siripnya.
Pemantauan menggunakan drone selama juga dilakukan ketika manta beratraksi di permukaan. Tujuannya untuk mengidentifikasi manta yang pernah terekam sebelumnya. Bahkan jika mungkin ditemukan individu baru.
Kegiatan memantau pola pergerakan juga dilakukan melalui pemasangan tag berupa tabung kecil yang dipasang pada tubuh ikan ini akan memancarkan signal frekuensi tertentu ke satelit yang ditangkap pada reciver guna mengetahui pergerakan mereka di perairan Rajaampat.
Laju pertumbuhan Pari manta sangat lambat, memiliki rentang hidup yang panjang, hasil reproduktif yang rendah dan waktu produktif yang panjang diperkirakan sekitar 25 tahun dan mencapai kedewasaan yang lambat sekitar 6–15 tahun atau lebih.
Usia hidupnya diperkirakan sampai 40 tahun dan tingkat kematian alamainya rendah. Pari manta betina hanya dapat melahirkan 5–15 anakan semasa hidupnya. Sehingga populasi pari manta sangat rentan mengalami kepunahan dan sulit untuk dipulihkan apabila tetap dieksploitasi. Keberadaan biota laut yang dilindungi karena terancam punah yang mewarnai perairan Rajaampat ini menjadi perhatian khusus.
“Ini sudah tahapan kelima dalam quartal kedua yang kami mulai bulan Mei 2021 lalu. Di Rajaampat ini, kami awali dengan sensus pari manta,” ujar Riyan Heri Pamungkas, Manajer Proyek COREMAP CTI Paket 3. “Di Manta Ridges, kami temukan tujuh ekor pkarang lagi melakukan aktivitas clearing. Sensus yang kami lakukan adalah dengan melakukan pengambilan video dan foto corak hitam diantara insang mereka, yang digunakan sebagai identitas unik atau unique ID.”
Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI) sebagai penanggung jawab program Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP CTI) Word Bank Paket 3 melalui Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF).
Rangkaian kegiatan berikutnya dilanjutkan dengan tagging dan uji coba LED untuk mitigasi bycatch yang difokuskan di desa Nangalili, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Riyan menjelaskan bahwa upaya pemasangan tag ke tubuh pari manta yang mereka temui tidak mudah. Beberapa kendala mereka hadapi, seperti kondisi perairan yang keruh atau berarus kuat hingga mengurangi jarak pandang penyelam. Penyelam harus memastikan bahwa pari manta yang ditemui masih belum terpasang tag atau penanda lainnya. Selain itu, pari manta yang masih muda atau Baby Manta cenderung akan menjauhi penyelam dan masuk kembali ke perairan dalam.
“Laguna Wayag ini kebanyakan mereka masih baby manta, ukurannya kecil. Jadi cukup susah dipasang tag-nya. Sudah seharian kita keliling laguna, belum juga tag ini terpasang,” jelas Riyan. Dia menambahkan bahwa total sudah lima tag akustik yang dipasang oleh Tim YRCI sejak Mei 2021.
Selain reciever dari YRCI, terdapat 17 unit receiver dari penelitian sebelumnya. Pemasangan unit tambahan bermanfaat untuk menjangkau kawasan yang lebih luas. Setiap receiver diharapkan dapat mengumpulkan data secara berkesinambungan. Data ini meliputi informasi tanggal, waktu, dan frekuensi serta nama ID atau tag pada tubuh manta.
Salah satu penyelam yang bertugas memasang tag akustik ditubuh pari manta, Imanuel Mofu menjelaskan bahwa tag yang tersisa ini akan dipasang dalam rentang waktu bulan depan. Ia pun sempat menjelaskan tagpole atau tombak yang digunakan untuk memasang tag, di mana didesain untuk selain mudah digunakan didalam air, juga memiliki daya dorong yang cukup untuk tidak melukai pari manta.
Riyan menerangkan upaya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui habitat manta. Antara lain meliputi wilayah pergerakan. Ada dua langkah identifikasi pergerakan melalui tag akustik dan tag satelit. Ia berharap adanya kajian ini bisa mengetahui habitat penting bagi manta sehingga menjadi dasar pengelolaan kawasan, misalnya untuk pembesaran.
Kita berharap penelitian ini dapat meningkatkan pengelolaan kawasan sehingga menjamin pergerakan manta tetap lestari dan tetap terjaga.
Baca Juga: Cahaya Rajaampat, Anak-Anak Arborek Tinju Dunia dengan Bahasa Inggris