Menyingkap Batuan, Membaca Tanda Alam

By , Rabu, 19 Oktober 2016 | 12:15 WIB

Kereta Gumarang yang berangkat dari Stasiun Pasar Senen, Jakarta baru saja beranjak dari Cirebon. Di stasiun besar di Jawa Barat ini, kereta malam sejenak rehat. Buat yang menyukai tembakau perhentian sekitar sepuluh menit jadi kunci untuk mulai membakar beberapa batang rokok.

Perhentian akhir kereta adalah stasiun Pasar Turi di Surabaya, Jawa Timur. Fotografer Yul Prasetyo bersama dua rekan penulis, Shelma Aisya dan Laksmi Indra Fatima, tercatat sebagai penumpang kereta yang menelusuri rute pantai utara Jawa sejak 2001 itu. Mereka tak punya agenda pelesir ke Kota Pahlawan. Ketiganya juga tak akan menjelajah deretan gunung timur Tanah Jawa yang memantik dopamin. 

Lantas, kemana tujuan mereka? Ketiganya menjadi bagian dari rombongan besar tim eksplorasi Pertamina Hulu Energi yang menggelar kegiatan lapangan bertajuk “Unravel Petroleum System of Rembang Zone” yang berlangsung pada 23 – 26 Oktober, di wilayah Cepu, Blora, dan sekitarnya.

Selain melakukan observasi lapangan dan membaca tanda alam yang masih ada, ahli geosains melakukan kajian dan diskusi lapangan. Selain itu, mereka juga mengambil percontoh untuk melakukan uji laboratorium. Di Desa Paciran, yang berada di dekat Blora, Jawa Tengah, ahli geosains memelajari formasi pembentukan gua dan sungai bawah tanah. (Yul Prasetyo)

Agar memudahkan koordinasi, panitia telah menyewa satu gerbong kelas eksekutif Gumarang. Bukan soal guyub, tapi seluruh kursi yang telah dibeli itu membuat mereka gampang gelar diskusi.

Lihatlah apa yang mereka lakukan selepas perhentian di Cirebon tadi. Seluruh peserta yang telah menyantap sajian malam (begitu beres, bisa langsung menyalakan udut alias rokok di tempat yang sudah disediakan di Stasiun Cirebon) segera menyimak penjelasan panitia.

Di hadapan peserta (yang beragam usia dan punya latar pendidikan geologi dan geofisika), Adi Gunawan, Senior Analyst Exploration Asset Management Pertamina Hulu Energi, bersemangat memberikan penjelasan. Dengan menunjukkan selembar peta, ahli geologi masa depan ini menerangkan rencana kegiatan selama tiga hari, yang bakal menyita waktu sepanjang hari.

Gugun, sapaan karibnya, juga menjelaskan perihal sifat, struktur, kondisi tanah dan bebatuan di sejumlah yang lokasi yang mereka tuju (Dowan, Paciran, Bulu, Kali Braholo, dan Sitirejo). Kadangkala suara Gun kalah nyaring dibandingkan bunyi gesekan roda kereta dengan relnya. Meski begitu, peserta tekun menyimak.

Pemakaian alat geofisika untuk menunjang penelitian dan kegiatan lapangan para ahli imu bumi. (Yul Prasetyo)
!break!
Di Situs Paciran, Jawa Timur, ahli geologi dan geofisika mengamati batu karang besar, yang menjadi reservoir minyak dan gas bumi. Namun, mereka harus menelitinya lebih jauh melalui penelitian mendalam. (Yul Prasetyo)

Kelar urusan geologi, Gugun melanjutkan urusan geofisika, mulai dari data yang bakal diambil, gravitasi, magnetik hingga teknis pemakaian alat yang digunakan. Semakin malam diskusi tambah seru. Arieffian Eko Kurniawan, ahli geologi yang menjadi ketua kegiatan, duduk di lantai kereta. Sembari menyeruput minuman hangat, Fian menyimak keterangan Gugun. Kadangkala Fian melontarkan canda khasnya.

Kegiatan mengasah ilmu  dan sekaligus menjelajah itu memang begitu penting bagi para ahli ilmu bumi. Mereka bisa tetap peka kalau sering berada di lapangan. Itu sebabnya, kami tak heran melihat perawakan Fian yang berkulit gelap dan senang bercanda. Maklum, kalau terlampau serius, tentu kegiatan lapangan bakal hambar.

“Buat saya, kegiatan ini bermanfaat bagus. Sebab, bisa untuk mencari sesuatu yang baru. Apa yang kita lihat sekarang dengan data yang baru akan berbeda,” kata Fian kepada Shelma dan Laksmi sebelum acara diskusi di dalam gerbong berlangsung.

Kegiatan ini, lanjut Fian, juga bermanfaat sebagai ajang tukar pandangan antara ahli geologi senior dan yunior. “Yang yunior kan punya pandangan seperti ini, sementara yang senior mungkin akan punya pandangan lain. Nah itulah yang kita cari supaya diskusinya jalan,” papar Fian, yang sudah menyiapkan kegiatan lapangan selama dua bulan bersama rekan-rekannya.

Diskusi dalam kegiatan lapangan selalu berlangsung menarik. Sebab, dalam perbincangan ini melibatkan ahli geosains senior dan yunior yang akan menghasilkan ragam kesimpulan awal. (Yul Prasetyo)

Menurut jadwal, pada hari pertama, peserta akan menuju Dowan dan Paciran, yang bakal ditempuh selama dua perjalanan darat dari Cepu. “Di Desa Dowan yang di dekat rumah warga, kita mengobservasi batuan beku intrusi yang kemungkinan intrusi dangkal,” kata Eka Nugraha, Senior Geoscientist Pertamina Hulu Energi menjelaskan.

Batuan itu merupakan hasil dari aktivitas volkanisme atau kegunung apian. “Jadi, aktivitas volkanisme itu belum tentu berupa gunung api seperti Gunung Merapi dan lainnya, namun dalam hal ini aktivitas volkanisme adalah aktivitas yang melibatkan magma dari dalam bumi. Batuan intrusi di area ini para ahli geologi mengenalnya dengan Intrusi Lasem,” terang Eka.

!break!

Usai belajar batuan di Dowan, peserta bergerak ke Paciran, yang ditempuh selama 30 menit. Di sini, perbukitan karst menghampar depan mata. “Formasi Paciran mungkin membuat masyarakat umum lebih tertarik dengan fenomena pembentukan gua-gua dan sungai bawah tanah yang terbentuk karena proses karstifikasi (pembentukan karst),” kata Eka.

Tapi, lanjut Eka, sebetulnya karstifikasi itu bertahap mulai dari pembentukan pori sekunder pada batuan yang berukuran 2 mm, proses pelarutan batuan dan membentuk pori, pergantian fosil oleh mineral kalsit dan dolomit. Pada tahapan lanjutnya adalah pembentukan gua-gua karena pelarutan air meteorit di permukaan. “Proses ini hanya dapat terjadi jika batuan karbonat (batu gamping) terekspos ke permukaan dan kontak dengan air permukaan.”

Sebetulnya Formasi Paciran sendiri di area Cekungan Jawa Timur belum terbukti menjadi reservoir migas. “Tapi yang dapat kita pelajari dan hal menariknya adalah proses karstifikasi di Formasi Paciran ini dapat kita analogikan ke reservoir yang terbukti di Cekungan Jawa Timur ini. Misalnya, reservoir Formasi Tuban dan Kujung yang terbukti di lapangan JOB East Java dan PHE WMO,” Eka menerangkan kepada kami.

Formasi Paciran mungkin membuat masyarakat umum lebih tertarik dengan fenomena pembentukan gua-gua dan sungai bawah tanah yang terbentuk karena proses karstifikasi (pembentukan karst). (Yul Prasetyo)

Dengan demikian, ahli geologi dan geofisika dapat lebih memahami karakter reservoir di bawah permukaan yang selama ini diinterpretasikan dengan menggunakan data seismik dan log sumuran. Caranya, membandingkan dan menganalogikan proses terbentuknya reservoir itu dengan singkapan batuan di permukaan. “Walaupun waktu proses pembentukannya berbeda, karena di dalam geologi kita mengenal istilah “the present is the key to the past”, artinya kita dapat memahami proses dan kejadian di masa lalu dengan mempelajari proses yang terjadi di saat ini,” pungkas Eka.

Ahli geologi dan geofisika memang harus menjelajah. Sebab, kegiatan yang sudah dilakukan ras manusia sejak lahir ini memberikan cakrawala baru terhadap kehidupan. Dari situlah, alam dapat kita manfaatkan untuk kepentingan khalayak.

Di Desa Dowan, situs batu yang berada di tengah jalan memberikan informasi soal batuan beku intrusi yang kemungkinan intrusi dangkal. Batuan itu merupakan hasil dari aktivitas volkanisme atau kegunung apian. (Yul Prasetyo)

Tanpa terasa kereta sudah melalui sejumlah stasiun. Tujuan akhir kami, Stasiun Cepu, berada dalam jangkauan hitungan jam saja. Usai subuh, kami telah siap memulai penjelajahan.