Tapak Srikandi dalam Dunia Eksplorasi Minyak Bumi Kita

By , Minggu, 30 Oktober 2016 | 08:40 WIB

Bukit yang terkelupas oleh belalai yang terbuat dari baja itu membuat saya berpikir. Tanaman hijau yang semakin langka di atasnya tambah merana dengan aktivitas penggalian pasir yang bercampur dengan zat hara di dalamnya.

Tempat saya berdiri itu sudah begitu terbuka. Sejauh mata memandang lapisan penutup bumi dibiarkan terbuka hingga saya mudah melihat warna jingga yang bercampur dengan kuning. Seperti luka yang menganga, area yang terbuka itu menjadi lubang-lubang yang terisi air saat musim penghujan.

Buat warga setempat, tempat itu termasuk bagian penting dalam menggerakkan ekonomi daerah. Kegiatan penambangan galian jenis C telah membuat hukum ekonomi berjalan mulus. Pasokan berlangsung terus-menerus, lantaran ada permintaan yang tak pernah henti.

Di wilayah Sitirejo, arena kegiatan latihan lapangan para ahli geologi dan geofisika terdesak oleh kegiatan penambangan galian C. (Yul Prasetyo)

Di sisi lain, pasir dan tanah yang dipindahtangankan itu sesungguhnya menjadi materi diskusi yang menarik bagi para ahli ilmu bumi. Bukan cuma itu, lapisan yang lebih dalam menantang ahli ilmu bumi atau biasa disebut geosains untuk menyibak misteri alam.

Saya merasa beruntung bisa mengikuti tim eksplorasi Pertamina Hulu Energi dalam kerja lapangan bertajuk “Unravel Petroleum System of Rembang Zone” di wilayah Cepu, Blora, dan sekitarnya. Kegiatan yang berlangsung pada 23 – 26 Oktober itu diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana seorang geosains meng­interpretasikan batuan bawah permukaan melalui singkapan yang ada di permukaan.

Persiapan kegiatan latihan lapangan untuk eksplorasi minyak dan gas bumi. Saat ini, kegiatan eksplorasi belum lagi berhasil menemukan cadangan minyak dan gas bumi dalam jumlah besar di bumi Nusantara. (Novian Kusmana)
!break!

Di Sitirejo, ahli geosains mengamati batuan yang ada. Di tempat ini, terdapat kegiatan penambangan jenis galian C. Bukan hanya melakukan observasi, ahli geosains pun mesti mahir menggunakan alat geofisika untuk menyingkap tabir masa silam. (Yul Prasetyo)

Kegiatan lapangan ini masih ada hubungannya dengan aktivitas mencari sumber cadangan minyak dan gas bumi baru bagi negeri ini. Mereka, para ahli ilmu bumi itu, menyebut kegiatan pencarian itu sebagai eksplorasi. Biasanya, aktivitas ini lekat dengan dominasi kaum lelaki. Setelah ikut bergabung dalam kerja lapangan ini, saya baru paham mengapa kegiatan ini begitu identik dengan para adam. Bukan perkara mudah “blusukan” ke pelosok negeri, jauh dari infrastruktur yang memadai, kondisi alam ekstrem hingga “fakir” sinyal telekomunikasi.

Sejak bertahun ke belakang, dominasi laki-laki telah patah. Regenerasi ahli telah menghasilkan geosains muda yang berasal dari kalangan perempuan. Itu sebabnya, dalam kegiatan lapangan Pertamina Hulu Energi, saya tak kesepian dan merasa asing. Ada sejumlah perempuan yang mudah saya ajak diskusi.    

Usai berdiskusi dan kenyang dengan berbagai bahasan teknis dengan Arieffian Eko Kurniawan dan Adi Gunawan dari divisi eksplorasi, Rusalida Ragunwati menghampiri kami. Dengan sangat ramah, Senior Manager Exploration Asset Management Non Operator Pertamina Hulu Energi ini soal kegiatan lapangan yang saya ikuti.

Di Pertamina Hulu Energi, Rusalida dan rekan-rekan lebih banyak mengatur aset, sementara anak perusahaan (AP) yang sebetulnya berhubungan langsung dengan operasi lapangan. Rusalida ingin rekan-rekannya juga tetap meningkatkan pengetahuan dasar geosains. Geosains merupakan ilmu kebumian secara keseleruhan, melingkupi geologi dan geofisika. Cabang keilmuan tersebut memang terpisah dalam program studi di universitas. Namun, Rusalida ingin setiap ahli kebumian mengenal kedua-duanya, setidaknya pemahaman dasarnya.

“Jadi, kita menyebutnya geoscientist. Geoscientist itu gabungan antara geologi dan geofisika. Karena sekarang itu sudah tidak boleh terkotak-kotak lagi. Tidak boleh menyebut saya geofisisis, saya geologis. Semua harus tahu semua, walaupun pemahamannya tidak dalam, tapi paling tidak mengerti,” ujar Presiden Himpunan Ahli Geofisika Indonesia 2016-2018.

Rusalida menerangkan hubungan kerja antara geologi dan geofisika. Ia mengatakan, geofisika mengambil data dengan alat, lalu dimodelkan. Pemodelan tadi disandingkan dengan data geologis seperti ukuran batu, deskripsi batu, dan sebagainya. Jadi, jika disederhanakan, pendekatan geofisika dilakukan untuk menguatkan pendekatan geologis, keduanya saling mengisi, demi mendapatkan data yang lebih valid.

Maka, kegiatan lapangan kali ini memang mengusung konsep yang berbeda dari sebelumnya, yang lebih banyak membahas segi geologi suatu area. Field trip ke Blora ini akan membahas sisi geofisika situs-situs yang dikunjungi. Untuk memenuhi itu, kawan dosen dan mahasiswa Geofisika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang membantu menyediakan alat geofisika.

Menurut Rusalida, UGM merupakan salah satu universitas dengan riset geofisika yang kuat di bidang nonseismik. Riset yang dilakukan oleh dosen dan mahasiwa geofisika UGM kemudian dikembangkan oleh Pertamina untuk melakukan evaluasi awal daerah yang berpotensi mengandung hidrokarbon.