Rusalida memaparkan, saat ini minyak bumi sudah sulit dicari dan didapatkan. Minyak-minyak yang berumur tersier (lebih muda dari 65 juta tahun) sudah banyak yang dieksplor, terutama di Indonesia bagian barat. Pertamina harus mencoba mengeksplorasi Indonesia bagian timur.
Namun, menurut Rusalida, eksplorasi di timur Indonesia diikuti oleh tingkat risiko yang tinggi. Pun di sana diperkirakan lebih banyak mengandung gas daripada minyak. Kalaupun terkandung minyak, keberadaannya jauh lebih dalam dibandingkan sumur di Pulau Jawa, misalnya. Sementara pengeboran sumur untuk menjangkau area potensial sangat jauh dari permukaan tanah membutuhkan biaya yang sangat tinggi. Di sisi lain, Divisi Eksplorasi Pertamina Hulu Energi dituntut mencari cadangan hidrokarbon, yang nantinya akan dikembangkan oleh divisi lain.
Itu sebabnya, ia berharap, lewat sosialisasi bisa memberikan pemahaman bagi orang awam bahwa sulitnya mencari cadangan minyak Indonesia. Dengan begitu, masyarakat mulai berpikir untuk menghemat energi, terutama minyak.
Pemerintah pun mulai menggalakkan pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) seperti energi angin, air, dan panas bumi (geotermal). Ia mencoba membuka kesadaran bahwa anggapan Indonesia kaya akan minyak tak sepenuhnya benar. Bagaimanapun, energi fosil akan habis, sementara mencari penggantinya tidak mudah.
!break!
Taman bumi (geopark) juga menjadi cara lain sosialisasi bagi masyarakat untuk memahami kelangkaan energi dengan mencintai lingkungan. Rusalida berkata, “Geopark mengenalkan situs-situs geologi yang ada di lapangan sebagai obyek wisata yang menari untuk dikunjungi.”
Dengan begitu, masyarakat bisa mengenali batuan sebagai saksi hidup aktivitas bumi selama jutaan tahun lalu, sehinga mereka tak sembarang merusak, terutama bagi pelaku pertambangan. Meski begitu, Rusalida tak memungkiri bahwa penambangan memberikan dampak positif bagi kerja geosains. Pelaku penambangan secara tak sengaja ikut membantu penggalian singkapan yang sebelumnya tak terungkap di permukaan, sehingga para geoscientist bisa melakukan pengamatan awal terhadap obyek penelitian.
“Boleh saja ditambang, asalkan direklamasi. Semoga dengan sosialisasi, orang menjadi sadar; setelah menambang, jangan ditinggal begitu saja,” ucap Rusalida. Ia memilih terus berpikir positif bahwa mereka mengambil batuan purba karena ketidaktahuan. Dan, secara perlahan, masyarakat Indonesia bisa memahami pentingnya hal tersebut menjaga saksi bisu sejarah bumi.
Sosialisasi juga dilakukan dengan hadir di sekolah dan kampus lewat career days. Di balik pengalamannya mengajar di sekolah, terselip cerita lucu yang pernah dialami Rusalida.
“Saya pernah ngajar di SMP dan SMA. Pertanyaannya itu lucu-lucu dan kritis. Mereka tanya, ‘Bu, jadi kapan kita jadi fosil untuk minyak bumi?’ Anak-anak itu kan dengan cerita dinosaurus itu seneng kan. Bayangan mereka, mereka itu mati, jadi minyak… Ya, memang benar, dengan adanya bakteri, akan jadi hidrokarbon. Tapi nggak sesimpel itu,” kenangnya sambil sesekali menahan tawa.
Ia juga menceritakan bahwa siswa SMA kini memang masih banyak yang berminat kuliah jurusan geologi dan geofisika. Sejak beberapa tahun lalu, Rusalida mengatakan banyak kampus yang membuka program studi geologi dan geofisika. Ia menduga, hal tersebut merupakan efek dari tingginya harga minyak dunia pada saat itu. Namun, karena saat ini harga minyak justru sedang anjlok, ia berharap, saat tamat nanti, lulusan geologi dan geofisika tak hanya mengandalkan sektor minyak dan gas sebagai lahan pekerjaan.
Rusalida mengingatkan bahwa kini pemerintah juga mendorong lewat UU untuk mencari dan menerapkan EBTKE. Untuk mendukung itu, lulusan geosains bisa bergabung dengan badan-badan penelitian seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Selain itu, ia juga menyarankan para lulusan geosains bisa bekerja di bidang infrastruktur.
“Jadi, sempat kemarin ada konferensi empat asosiasi (geosains), yang membuka Menteri PUPR, Pak Basuki (Hadimuljono). Kebetulan beliau background-nya geologi, lulusan UGM. Jadi, dia presentasi bagus sekali. Dia paparkan, ternyata orang bangun terowongan itu harus dihitung daya tahan gempanya seberapa, itu kerjaan kita. Nah, jangan takut. Kita punya banyak lapangan kerja,” kata Rusalida.
Saat ini, Pertamina juga mendorong jurusan geologi dan geofisika di universitas untuk sedikit mengubah kurikulum ke arah kewirausahaan agar lulusannya tak hanya pasif melamar kerja di perusahaan, tetapi juga mampu berinovasi dan membuka lapangan pekerjaan baru.
Tak terasa obrolan kami mengalir begitu saja dengan asyik, tanpa merasa terganggu suara-suara yang dihasilkan kereta yang telah melewati Stasiun Pekalongan dan segera memasuki Stasiun Semarang. Setelah itu, masih ada satu stasiun lagi, yakni Ngrombo, sebelum sampai di Stasiun Cepu tujuan kami. Rusalida dan kami pun sepakat untuk beristirahat sejenak hingga kereta sampai, agar pagi harinya bisa beraktivitas dengan tubuh yang segar!