Kesehatan mental sudah lama menjadi hal yang terabaikan dalam perawatan kesehatan: dibiarkan kembang kempis eksistensinya sementara limpahan dana dan perhatian melenggang ke tempat lain. Ketika kita memperingati Hari Kesehatan Mental Dunia setiap bulan Oktober, tampak jelas bahwa para pembuat kebijakan dan khalayak mulai menyadari bahwa tidak ada kesehatan tanpa kesehatan mental. Pergeseran ini sangat diperlukan.
Diperkirakan satu dari empat orang di seluruh dunia mengalami problem kesehatan jiwa pada satu titik dalam kehidupan mereka. Angka ini saja mungkin sudah mengkhawatirkan tetapi tidak mencerminkan secara memadai penderitaan manusia, isolasi, hilangnya produktivitas, hambatan bagi pembangunan manusia, dan pembangunan umum bagi negara.
Bagi perorangan, kesehatan mental yang buruk bisa mengisolasi, meletihkan dan kadang-kadang membawa mati, tetapi ia juga memakan korban lebih luas dalam organisasi dan bisnis di seluruh dunia. Kita mungkin berpikir bahwa dunia korporat tentu gesit dalam menangani isu yang mengancam pertumbuhan dan laba. Bagaimanapun juga, walaupun fenomena umum ini menguras perekonomian melalui seringnya kemangkiran dan biaya perawatan kesehatan, tabu yang tak kunjung hilang di sekitar kesehatan mental memperlambat ditemukannya solusi untuk dunia bisnis, persis yang terjadi di tingkat perorangan dan pemerintahan.
Manfaat finansial
Mestinya itu tidak akan sulit-sulit amat. Semakin banyak organisasi-organisasi di seluruh dunia yang kini mendukung investasi demi para pekerja yang sehat secara mental sebagai suatu langkah masuk akal untuk menciptakan bisnis yang baik.
(Baca juga: Semakin Lama Kita Duduk, Semakin Tinggi Risiko Kematian)
Langkah ini bisa menurunkan biaya medis total, meningkatkan produktivitas, mengurangi jumlah hari-hari sakit, biaya ketidakmampuan, dan lain sebagainya. Dari perspektif investor dan pemimpin perusahaan hal itu sama saja dengan soal kinerja keuangan yang lebih baik dan reputasi yang mengemuka, dengan keuntungan tambahan pekerja yang lebih bahagia, lebih termotivasi dan lebih terlibat.
Pada kenyataannya, tiap perusahaan sampai pada kesimpulan ini dari sudut yang agak berbeda. Sebagai bagian dari kerja Dewan Agenda Global untuk Kesehatan Mental dari Forum Ekonomi Dunia, 23 studi kasus keorganisasian korporat global tentang strategi-strategi kesehatan dikumpulkan dan dianalisis. Analisis atas investasi para pemimpin korporat global dalam kesehatan mental di tempat kerja mereka tersebut tidak mengungkapkan adanya motivasi tunggal. Justru, beberapa cenderung bekerja dalam kombinasi.
-
Pekerja yang sehat dan bahagia tenyata lebih produktif dan itu bagus bagi bisnis dan dengan demikian melindungi kesehatan mental pegawai adalah sesuatu yang sangat masuk akal bagi bisnis.
-
Itu “hal yang benar” untuk dilakukan.
-
Ada manfaat-manfaat yang jelas bagi organisasi dari keterlibatan dan loyalitas pegawai berkenaan dengan reputasi keorganisasian yang lebih luas.
-
Mengelola biaya dan beban kesehatan yang buruk (termasuk kesehatan mental yang buruk) para pegawai adalah hal masuk akal.
Cara mengatasi
Ada semakin banyak bukti tentang biaya ekonomi terkait kesehatan mental di tempat kerja. Ini bisa meliputi kemangkiran dan kehadiran—di mana staf menghabiskan waktu terlalu lama di tempat kerja walaupun sakit—maupun biaya lebih luas berkait keluarnya pegawai dan perekrutan pegawai. Kami juga mempunyai semakin banyak bukti bahwa ada hal-hal yang bisa dilakukan perusahaan untuk menangani faktor-faktor risiko dan membangun ketahanan untuk mengatasi dan mengelola stres pegawai.
(Baca juga: Hal yang Patut Kita Tiru dari Negara Paling Bahagia di Dunia)
Berbagai studi kasus yang kami cermati menunjukkan adanya peningkatan tren di mana kesehatan mental ditangani sebagai bagian dari strategi kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan yang lebih luas. Berbagai prakarsa semakin terintegrasi dan dibangun di sekitar kesehatan yang positif, pencegahan dan pengenalan dini, di samping dukungan dan rehabilitasi ketika diperlukan. Jadi, apa sebetulnya yang dilakukan perusahaan-perusahaan tersebut?
Salah satu langkah utamanya sering kali adalah memusatkan perhatian pada lingkungan kerja itu sendiri. Langkah itu bisa berupa tindakan sederhana seperti meningkatkan masuknya cahaya alami, udara segara dan membawa masuk tanaman. Kelembaman rutinitas kantor bisa dikurangi dengan membeli meja-meja berdiri—atau bahkan meja treadmill.
Corak dan penampilan tempat kerja bisa digeser dengan ruang-ruang pertemuan sosial, opsi-opsi makanan sehat di tempat kerja, area istirahat makan siang yang sesuai dan fasilitas olahraga diskon di tempat kerja atau di sekitarnya, dipadu dengan pengaturan kerja yang fleksibel untuk mendorong pemanfaatan fasilitas-fasilitas tersebut.
Juga merupakan hal yang lazim bagi perusahaan-perusahaan untuk menangani stres terkait pekerjaan. Dalam hal ini pun mereka tampaknya bisa melakukannya dengan mudah, tetapi tidak semua melakukannya. Salah satu langkah yang sudah diperlihatkan untuk mengurangi secara signifikan tingkat stres pegawai selama cuti tahunan adalah memasang sistem email yang menghapus pesan ketika fitur out-of-office diaktifkan. Para pengirim email diberitahu agar mengirimkan pesan kembali setelah orang yang bersangkutan kembali dan penerima email tidak pulang dari berlibur untuk menyibukkan diri dengan tumpukan email.
Anjing
Pada ujung lebih ekstrem spektrum, beberapa bisnis korporat besar mendatangkan para pelatih profesional untuk memberikan pelatihan personal dan kelompok, atau menyediakan ruang istirahat untuk tidur siang mengembalikan tenaga maupun kontemplasi yang tenang. Para majikan bahkan bisa mengandalkan peran terapi hewan peliharaan. Terdapat bukti kuat bahwa meluangkan waktu mengamati, menepuk-nepuk atau mengajak berjalan-jalan anak anjing atau anjing yang riang bisa menurunkan kadar stres secara signifikan.
(Baca juga: Menyelami Isi Kepala Seekor Anjing)
Strategi-strategi lain yang kami jumpai meliputi perusahaan yang membuat janji terbuka untuk menangani masalah-masalah kesehatan mental maupun terlibat dalam kampanye-kampanye kesehatan mental seperti See Me, Time to Change atau Beyond Blue. Perusahaan-perusahaan besar ini juga berinvestasi dalam pelatihan kesehatan mental di tempat kerja, termasuk tema-tema seperti mengelola kesehatan mental, pertolongan pertama pada kesehatan mental dan membangun ketahanan, kemampuan beradaptasi menghadapi tantangan.
Dalam 23 studi kasus korporat global, bermunculan strategi-strategi umum untuk menangani kesehatan mental di tempat kerja. Kerja yang fleksibel membuahkan hasil, seperti yang dilakukan kebijakan mengizinkan pegawai menukar gaji dengan cuti. Konseling, Terapi Perilaku Kognitif (CBT) dan layanan penuh perhatian juga berhasil. Sebuah lingkungan yang terbuka bisa sangat penting. Meningkatkan melek kesehatan mental dan para jago kesehatan mental bisa mendorong orang untuk bersuara dan minta pertolongan.
Entah itu sebuah usaha kecil atau perusahaan multinasional FTSE 100, menangani kesehatan mental yang buruk adalah keharusan di dunia saat ini. Studi kasus yang dirujuk di sini hanya merepresentasikan 23 bisnis korporat global, tetapi studi kasus itu juga merepresentasikan praktik-praktik yang bisa menghasilkan perbedaan.
Masing-masing organisasi berbeda dan menghendaki serangkaian kebijakan unik yang memenuhi kebutuhan stafnya. Dengan demikian triknya adalah mengidentifikasi apa kebutuhan-kebutuhan itu, bagaimana sebuah program kesehatan mental tempat kerja bisa dimulai untuk menangani persoalan, dan mengajak seluruh pegawai saat Anda mengupayakan cara melaksanakan kebijakan penanganan kesehatan mental.
Tine Van Bortel, Senior Research Associate in Public Health, University of Cambridge
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.