Kepunahan Massal 445 Juta Tahun Silam, Seperti Apa Lingkungannya?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 16 Januari 2022 | 16:07 WIB
Kelompok peneliti dari Florida State University, Virginia Polytechnic Institute and State University, dan University of California, sedang mengambil data di Nevada. Data dari situs ini mengungkap bagaimana kondisi lingkungan yang terjadi pada kepunahan massal Ordovisium akhir. (Anders Lindskog/Florida State University)

Nationalgeographic.co.id - Apa yang terjadi saat kepunahan massal Ordovosium akhir? Ada 85 persen spesies purba di lautan purba, tetapi kondisi lingkungan yang mengiringinya masih rumit untuk diketahui bagi para ilmuwan.

Senin (10/01/2022) kemarin, para peneliti dari Florida State University, Virginia Polytechnic Institute and State University, dan University of California, mengungkap kondisi kepunahan massal berusia 445 juta tahun itu di jurnal AGU Advances.

Baca Juga: Bisakah Para Ilmuwan Mengembangkan Suaka Es untuk Kehidupan Arktika?

Dalam makalahnya, mereka menemukan bahwa ada kondisi pengurangan, bahkan penghilangan oksigen, dan sedikit tingkat hidrogen sulfida pada saat itu. Hal itu diperkirakan menjadi penyebab utama yang jauh lebih penting daripada peran lainnya yang menyebabkan kepunahan massal.

"Jika dibayangkan dalam diagram lingkaran penyebab kepunahan ini, kami meningkatkan irisan yang menandakan adanya kekurangan oksigen, yang terjadi bersamaan dengan iklim yang mendingin dan hilangnya habitat yang meluas karena perubahan permukaan laut," ujar Nevin Kozik, penulis utama studi dan kandidat doktor di Department of Earth, Ocean, and Atmospheric Science and National High Magnetic Field Laboratory, Florida State University di Phys.

Mereka memaparkan bahwa peristiwa kepunahan massal ini terjadi dalam dua gelombang berbeda. Lewat pengukuran geokimia sebagai proksi lingkungan, para peneliti menemukan adanya jejak kadar oksigen yang menurun sebelum gelombang pertama terjadi.

Pada awalnya, tingkat hidrogen sulfida di lautan menurun mengarah terjadinya gelombang pertama kepunahan, tetapi meningkat kembali setelah bertepatan dengan gelombang kedua dan proses akhir dari kepunahan.

Baca Juga: Kepunahan Masa Kelam Usai Hujan Meteor yang Memusnahkan Dinosaurus

Kondisi itu bersamaan dengan iklim Bumi yang mendingin, ketika gletser di kutub selatan kuno (kini jadi bagian Afrika Utara) tumbuh. Akibatnya ada penurunan permukaan laut dan hilangnya habitat organisme laut di perairan dangkal di daerah tropis.

"Catatan geologis menunjukkan bahwa banyak faktor lingkungan berperan yang menyebabkan peristiwa kepunahan ini," ungkap Kozik. "Proses yang kita hubungkan bersama di sini seperti beberapa pukulan yang dapat menghancurkan kehidupan selama ini."

Walau kondisi sangat tidak ramah bagi banyak organisme di lingkugnan planet Bumi purba, beberapa tempat masih kaya oksigen dan mampu menyokong keragaman hayati.

Salah satu tempat yang dideteksi para peneliti memiliki jejak tingkat oksigen tinggi pada masa kepunahan berada di situs dekat Quebec, Kanada. Diperkirakan dulunya tempat ini menjadi perairan dangkal di landas kontinen yang menjadi rumah bagi terumbu karang pada 445 juta tahun yang lalu.

Peta kondisi Bumi menjelang kepunahan massal Ordovisium akhir. Gambar dengan bintang menjadi lokasi penelitian saat ini. Terlihat, Afrika menjadi kutub selatan yang luas pada masanya. (Nevin P. Kozik et. al)

"Kami tahu bahwa kehidupan harus bertahan dan tetap ada setelah kepunahan massal ini, dan kami sekarang memiliki indikasi bahwa setidaknya lokasi ini (Quebec) memiliki oksigen yang cukup untuk mendukung kehidupan," terang rekan penulis Seth Young, profesor di Department of Earth, Ocean, and Atmospheric Science and National High Magnetic Field Laboratory, Florida State University.

"Itu konsisten dengan apa yang Anda temukan dalam catatan batuan dan fosil, yakni bahwa terumbu karang bertahan melalui peristiwa kepunahan ini. Fosilnya menunjukkan bahwa, setidaknya di sana, kehidupan baik-baik saja." Dengan kata lain, Quebec menjadi salah satu tempat 15 persen spesies purba untuk bertahan hidup saat kekacauan terjadi.

Baca Juga: Pencegahan Kepunahan Massal di Lautan Dengan AI, Robot, dan Printer 3D

Dia melanjutkan, Bumi saat ini memiliki kesamaan dengan Ordovisium akhir, periode di mana tempat es berada mengalami kehilangan besar keanekargaman hayati, iklim yang memanas, dan penurunan oksigen di lautan.

"Semua hal itu sangat penting dan memberikan perspektif modern tentang peristwia kepunahan massal ini," terang Young. "Penting untuk tidak hanya sekadar tahu apa yang menyebabkan peristiwa kepunahan itu, tetapi juga bagaimana sistem Bumi berjalan dan terus berlanjut."

"Itulah dorongan untuk mempelajari banyak hal tentang ini (kepunahan massal), tidak hanya untuk memahami kenapa ini terjadi, tetapi seperti apa periode ini pada kelangsungan hidup, dan apa yang menyebabkan munculnya kembali dan diversifikasi hayati."

para peneliti menulis, studi ini adalah yang pertama menggunakan pengukuran beberapa elemen dari beberapa situs seperti Kanada, Nevada, dan Estonia untuk memeriksa kondisi yang menyebabkan kepunahan massif itu.

Temuan ini diungkap dengan mengukur konsentrasi oksigen dan sulfida dari jutaan tahun yang lalu, menggunakan proksi geokimia yang sesuai dengan kondisi laut purba. Berkat sampel dari tiga lokasi, konsentrasi yodium dan isotop belerangnya menawarkan informasi tentang tingkat oksigen dan sulfida di laut purba, lokasi yang kini menjadi hamparan luas.

Baca Juga: Sendawa Mikroba Beracun Menyebabkan Kepunahan dalam Sejarah Bumi