Korupsi Hambat Perkembangan Sains dan Teknologi di Indonesia

By , Kamis, 4 Januari 2018 | 12:00 WIB

Korupsi dan perkembangan sains di suatu negara memiliki kaitan. Makin korup suatu negara, sains di negara tersebut sulit berkembang. Para calon ilmuwan berbakat terjebak dalam sistem yang korup dan tidak menghargai inovasi.

Ini yang menyebabkan terjadinya salah alokasi sumber daya di Indonesia. Sarjana pertanian lebih tertarik bekerja sebagai bankir dan politikus ketimbang bekerja meningkatkan produksi pangan dan inovator di bidang pangan.

Hubungan antara keterbelakangan sains dan sistem korup Indonesia tercermin dalam hasil survei antikorupsi, jumlah publikasi ilmiah, paten, dan indeks inovasi global.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia, menurut riset Transparency International pada 2016, menduduki peringkat ke-90 dari 176 negara. Dalam lingkaran anggota G20 posisi Indeks Persepsi Korupsi Indonesia menempati urutan ke-18, di atas Rusia dan Meksiko. Di kawasan ASEAN, rata-rata Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dalam lima tahun terakhir berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Sedangkan peringkat Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan berdasarkan jumlah publikasi ilmiah periode 1996-2016 yang dipublikasikan oleh Scimago Journal & Country Rank berada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. Di bidang teknologi, berdasarkan jumlah perolehan paten di Amerika Serikat yang dipublikasikan oleh US Patents & Trademark Office sampai 2015, peringkat Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Keterpurukan itu makin diperkuat oleh Indeks Inovasi Global, yang dirilis INSEAD dalam 5 tahun terakhir posisi Indonesia di kawasan ASEAN juga tidak jauh berbeda dari peringkat Indeks Persepsi Korupsi dan peringkat di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Indonesia di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan bahkan Vietnam.

Jika dicermati, posisi Indonesia di ASEAN dalam Indeks Persepsi Korupsi terlihat senapas dengan peringkat Indonesia di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.

(Baca juga: 90 Persen Masyarakat Miskin ASEAN Tinggal di Indonesia dan Filipina)

Apakah kondisi ini merupakan suatu kebetulan belaka? Adakah kaitan antara korupsi dan tingkat kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi?

Dampak korupsi terhadap pengembangan sains

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kinerja Indonesia di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Penyebab itu, antara lain, berbagai kendala yang dihadapi perguruan tinggi dalam riset, rendahnya anggaran riset, kekurangan peneliti berbakat, dan lemahnya minat dan budaya inovasi. Dua faktor terakhir terjadi akibat perburuan rente yang dimungkinkan oleh terbukanya peluang untuk korupsi.

Beberapa penelitian, seperti Murphy dan koleganya, menunjukkan kendala utama berinovasi adalah adanya praktik perburuan rente (rentseeking), baik di sektor swasta seperti pembajakan, pencurian, dan litigasi paten maupun bentuk transfer lain yang terjadi sesama sektor swasta.

Menurut Doug French, pembajakan merupakan bentuk perburuan rente yang dulu terjadi di sektor swasta. Kini litigasi paten yang justru semakin meningkat. Perusahaan teknologi tinggi terkemuka di sektor informasi, komunikasi, dan telekomunikasi seperti Yahoo telah membeli dan menguasai ribuan paten dengan tujuan melindungi diri dari litigasi paten.

Ini juga bisa digunakan untuk melitigasi perusahaan yang produknya sedang meraih laba besar tapi menggunakan paten teknologi yang dimiliki perusahaan yang melitigasi. Bahkan Microsoft membeli paten yang tidak ada kaitannya dengan bisnis utamanya. Perburuan rente jenis ini lebih berdampak terhadap produktivitas dibandingkan terhadap inovasi.