Sebagian besar pasangan muda yang telah memiliki kehidupan mapan, tentu enggan untuk kembali menetap di kampung halaman. Kehidupan perkotaan seakan mengekang mereka untuk tidak pergi berpaling.
Namun keengganan untuk meninggalkan perkotaan tidak sepenuhnya terjadi pada pasangan suami-istri Rudi Iswanto (36 tahun) dan Devina Dwi Atmaja (33 tahun).
Mereka rela meninggalkan pekerjaan di kota yang sudah menghidupi mereka selama ini.
Baca juga: Orangutan Tanpa Kepala Ditemukan Mengambang di Kalimantan
Walau sempat ragu, pada akhirnya mereka tetap memutuskan untuk menetap di kampung Babagan, kota Lasem, kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Seperti kisah klasik di Lasem, kaum muda pergi meninggalkan rumah untuk sekolah dan mencari pekerjaan. Hingga kemudian tak kembali lagi dan menetap di kota lain. Begitulah awal kisah Rudi dan dua kakak laki-lakinya yang meninggalkan Lasem untuk sekolah dan mengadu nasib di kota besar.
Kehidupan berjalan seperti biasanya hingga pada suatu hari, tiga bersaudara ini diberi tawaran oleh orangtua untuk mengelola usaha batik keluarga.
Kedua kakak Rudi angkat tangan, namun tidak dengan Rudi, ia justru mengajukan diri untuk meneruskan usaha keluarga yang mencerminkan budaya Lasem ini.
Setelah memutuskan hal tersebut, kebimbangan pun muncul. "Bagaimana kehidupan keluarganya bila ia dan istri meninggalkan pekerjaan yang selama ini menghidupi mereka?", tutur Rudi. Rasanya berat bila ia dan istri harus mengundurkan diri dan tidak mendapat pesangon sementara saat itu anak mereka, Elisha Arvi Gunawan baru berusia 5 tahun.
“Saya pribadi perlu waktu satu tahun untuk berpikir. Hingga akhirnya pada awal Oktober 2013, saya ajukan pengunduran diri dari kantor. Sedih bercampur senang, alias pikiran saya tak karuan,” aku Rudi saat menceritakan peristiwa penting dalam hidupnya ini.
Tepat di penghujung tahun 2013, ia resmi mengundurkan diri dan mencemplungkan dirinya ke dalam dunia batik Lasem.
Mengurus Bisnis Batik Harus dari Hati
Rudi dan istri yang sangat awam soal batik sempat berpikir bahwa bisnis batik adalah bisnis pada umumnya. Namun seiring berjalannya waktu, mereka dituntut untuk dapat memahami batik dari proses hingga cerita di balik warna dan pola.