46 NIH Image Gallery, CC BY-NC
Contoh ‘still face experiment’ (eksperimen wajah tanpa ekspresi).
Dalam setiap kunjungan, kami mengukur stres bayi dengan mengumpulkan sampel air liur untuk melihat perubahan dalam kortisol. Kami juga mengumpulkan informasi tentang berapa banyak gejala depresi yang dirasakan para ibu.
Akhirnya, ketika para bayi berumur 18 bulan, kami bawa kembali keluarga-keluarga itu ke lab dan mengumpulkan air liur untuk mengukur panjang telomer bayi.
Gejala depresi yang memburuk pada ibu terkait dengan respons stres kortisol lebih besar pada bayi umur 6 dan 12 bulan. Di samping itu, bayi dengan respons stres kortisol lebih tinggi cenderung memiliki telomer lebih pendek pada umur 18 bulan.
Ini mengindikasikan kerusakan karena penuaan sel yang lebih besar.
Kesehatan mental yang lebih baik
Meskipun temuan-temuan ini bersifat pendahuluan dan harus diulangi terhadap kelompok bayi yang lebih banyak, hasil-hasil yang kami peroleh menggarisbawahi bagaimana pola kesehatan sepanjang hidup bisa dipengaruhi oleh 18 bulan pertama kehidupan.
Stres dini ini bisa menempatkan anak kecil di jalur menuju permulaan dini hasil kesehatan yang buruk. Untungnya, masa bayi adalah periode perkembangan yang sensitif, karena manusia sangat responsif terhadap lingkungannya.
Memupuk pengalaman positif antara bayi dan ibu mereka—selain menyediakan pelayanan perawatan yang baik dan terjangkau bagi ibu-ibu depresi—memberi peluang bagi bayi untuk bergerak menuju sebuah lintasan hidup yang lebih sehat.
Dalam pandangan kami, hasil-hasil ini menunjukkan betapa pentingnya membiayai perawatan kesehatan mental bagi para ibu dan membuat kebijakan bagi anak-anak usia dini yang efektif.
Benjamin W. Nelson, Doctoral Student in Clinical Psychology, University of Oregon; Heidemarie Laurent, Assistant Professor of Psychology, University of Illinois at Urbana-Champaign, dan Nick Allen, Ann Swindells Professor of Clinical Psychology, University of Oregon
Sumber asli artikel ini dari The Conversation. Baca artikel sumber.