Perjuangan Anjing Pelacak di Afrika untuk Melawan Serangan Pemburu

By , Senin, 19 Februari 2018 | 14:00 WIB

Anjing pelacak berusia lima bulan, Shakaria, tampak ceria saat melompat-lompat di atas padang rumput panjang di cagar alam Maasai Mara, Kenya. Namun, suasana hatinya yang menyenangkan itu berubah menjadi tekad yang kuat ketika Shakaria ditugaskan untuk melacak bau manusia.

Ia menarik pawangnya menyusuri aroma tubuh manusia di sekitar rumput. Di sana, ada salah satu jagawana yang sedang bersembunyi – berpura-pura menjadi pemburu liar yang menjadi target Shakaria.

Shakaria merupakan yang terbaik dari lima anak anjing lain yang dilatih untuk bergabung dengan 'unit anjing pelacak'. Mereka memiliki peran penting untuk melawan perburuan liar di Mara Triangle, bagian dari ekosistem Maasai Mara di Kenya Selatan yang menjadi satu dengan taman nasional Serengeti, Tanzania.

(Baca juga: Melawan Pemburu Liar dengan Kerah Pelacak Gajah)

Lebih dari jutaan rusa kutub dan puluhan ribu hewan lainnya, bermigrasi dari Tanzania ke Kenya setiap tahunnya. Tidak hanya menarik perhatian wisatawan, migrasi tahunan itu menjadikan hewan-hewan menjadi sasaran empuk para pemburu liar.

Perangkap dan parang

Lema Langas (30), penduduk Maasai yang ditugaskan menjadi penjaga anjing-anjing pelacak, mengatakan, tantangan utama yang dialami cagar alam adalah perburuan liar untuk perdagangan daging komersial. Daging-daging kering biasanya diekspor ke Uganda, Rwanda, dan wilayah lain yang lebih jauh.

“Saat musim migrasi, kijang, impala, jerapah, kerbau dan rusa kutub, menjadi sasaran empuk di sini. Para pemburu liar siap memasang perangkap. Juga mengejar dan membunuh mereka dengan parang,” katanya.

Langas mengatakan, gajah dan singa juga sering terperangkap dalam jebakan yang dibuat pemburu.

Para jagawana kesulitan untuk mengejar dan menemukan pemburu di tengah-tengah padang rumput. Oleh sebab itu, Mara Triangle, memperkenalkan dua anjing pelacak pertamanya di 2009.

Saat ini, sudah ada empat anjing pelacak. Juga dua anjing lagi yang dilatih khusus untuk mengendus gading dan senjata di pintu masuk taman nasional.

“Mereka menggunakan indra penciumannya untuk melihat, tidak seperti kita yang menggunakan mata,” kata Langas.

Mara Triangle memperkenalkan dua anjing pelacak pertamanya di 2009. (Yasuyoshi Chiba/AFP)

“Ada kalanya kami tidak mampu melihat jejak para pemburu. Namun, jika ada pengunjung yang mencurigakan, kami langsung menyuruh anjing ini untuk melacak aroma tubuhnya. Akhirnya, kami bisa menangkap pemburu tersebut di penghujung hari,” tambahnya.

Anak-anak anjing pelacak tersebut juga sedang dilatih oleh mantan anggota kepolisian, Linda Porter dan John Luttenberg, yang menghabiskan puluhan tahun untuk memburu buronan di seluruh wilayah di Amerika Serikat.

Lini pertahanan pertama

Pada akhir 1990-an, Mara Triangle, lumpuh karena perburuan yang merajalela. Salah satu jagawana mengatakan, peristiwa tersebut sangat mengerikan. “Para turis dirampok, ditelanjangi, dan ditinggalkan di pinggir jalan,” ujarnya.

Adanya unit anjing pelacak ini bisa mengurangi perburuan liar di siang hari. Sementara, teknologi lain seperti kamera pencitraan termal membantu mengawasi pemburu di malam hari.

Kesepakatan bersama antara Kenya dan Tanzania memperbolehkan para penjaga hutan dan anjing pelacak mereka untuk berpatroli di dalam Serengeti.

“Kami merupakan lini pertahanan pertama dari Tanzania. Kami mencegah para pemburu untuk menghampiri Mara dan Kenya. Masih banyak hal yang bisa dilakukan, tapi kami berhasil menangkap 4000 pemburu selama 18 tahun terakhir,” kata Asuka Tahita, dokter hewan berbahasa Swahili yang merawat anjing-anjing pelacak.

Perburuan daging

Selama musim migrasi, pada Juli dan Agustus, para jagawana menemukan ribuan perangkap dipasang di taman nasional. Langas mengatakan, dia mencabut 511 perangkap per harinya.

Meskipun begitu, sejak Kenya memperbaiki undang-undang margasatwanya pada 2013, keadaannya mulai membaik. “Fakta bahwa Anda akan dipenjara seumur hidup atau membayar denda sebesar 20 juta shilling (sekitar Rp2,6 milyar) membuat pemburu ketakutan. Itu bagus untuk kami,” papar Tahita.

(Baca juga: Mengapa Tanzania Melelang Gigi Kuda Nil?)

Selama ini, perburuan gading menjadi perhatian utama. Namun, laporan di 2014 menyatakan bahwa perburuan daging yang diabaikan di Kenya, justru meningkat pada jumlah “yang belum pernah terjadi sebelumnya”.

Laporan itu mengutip satu kasus di mana ditemukan 6000 kilo daging dalam sebuah kendaraan di Mara. Harganya kira-kira senilai 11 ribu dollar AS atau sekitar Rp15 juta apabila dijual.

“Jika dibiarkan, ini bisa mengakibatkan kemusnahan banyak spesies,” tulis laporan tersebut.