Bagaimana si Lezat Asal Minangkabau Bisa Menyebar Hingga ke Malaysia?

By , Selasa, 10 April 2018 | 16:00 WIB
Rendang ()

Fadly dalam bukunya, memandang bahwa hal ini merupakan terobosan baru dalam dunia buku masak di Hindia Belanda, mengingat masa-masa sebelumnya resep rendang masih cukup langsa kecuali dalam catatan-catatan resep pribadi.

Media massa juga berperan dalam menyebarkan popularitas rendang, seperti yang dilakukan Soenting Melajoe. Dalam bukunya, Fadly menyebutkan surat kabar Soenting Melajoe yang berdiri pada 1912 oleh pers perempuan di Sumatera Barat, surat kabar itu dibaca para perantau Minang di luar Minangkabau. Isinya memuat berbagai informasi seputar aktivitas perempuan, salah satunya menu-menu resepsi dan resep masakan yang jarang didapat dalam buku masak di Jawa.

Perantau yang Pandai Memasak

Asnan juga memperkirakan rendang mudah menyebar karena laki-laki Minang piawai memasak. Umumnya para perantau adalah laki-laki.

“Semua orang laki-laki Minang itu pandai memasak dan umumnya perantau itu kan laki-laki semuanya dan mereka pandai memasak. Jadi kalau di Minang, ada kenduri yang masak laki-laki. kalau anak-anak muda yang tinggal di surau, biasanya setelah akil baliq itu tinggal di surau,  itu rata-rata pandai masak semua,” ungkap Asnan.

Rendang itik khas Mandailing. (Difa Restiasari)

Oleh karena itu, Asnan memperkirakan bahwa para perantau tidak canggung memasak. Sehingga saat bekal mereka habis, para perantau ini bisa masak lagi rendang dan dendeng seperti biasa mereka buat saat di tanah kelahiran. “Apalagi di negeri jiran, kelapa dan bahan bumbu itu semua ada. Itu tidak aneh bagi mereka untuk bikin rendang lagi,” katanya.

Lalu, bagaimana dengan zaman sekarang? Menurut Asnan, saat ini sudah mudah membeli rendang. Ia mengaku para mahasiswa yang ia ajarkan sudah tidak masak karena kemudahan membeli makanan. “Rata-rata mereka bahkan tidak masak lagi. Mereka beli aja, masak nasi saja dan sambal gulainya beli,” katanya.

Tradisi membekali perantau dengan rendang pun menurut Asnan sudah mulai pupus. “Sekarang kalau saya dengar cerita mahasiswa, mereka jarang dibekali dari kampung, karena di kota dan perantauan sudah banyak yang jual,” katanya.

Baca juga: Menengok Kehidupan Pengawet Satwa Liar Terakhir di India

Berbeda dengan saat ia masih kuliah di Universitas Andalas, Padang. Setiap bulan, ia pulang kampung ke Lubuk Sikamping di Pasaman Barat. Asnan mengingat orangtuanya pasti membekali rendang tiap ia harus balik ke Padang.

“Dalam setahun lebih sering dikasih rendang daripada makanan lain oleh orang tua. Rendang bisa tahan 3-4 hari atau lebih. Jadi, bekal selama di Padang aman. Saya hemat pengeluaran juga," ungkapnya.

Ia menuturkan bahwa pengalamannya ini juga muncul di cerita-cerita dan novel Melayu bahwa orang Minang yang merantau pasti dibekali rendang oleh orangtuanya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com. Baca artikel sumber.