Upaya Pemulihan Sungai Gangga di India yang Sudah Sangat Tercemar

By , Selasa, 10 April 2018 | 20:00 WIB

Setengah tahun yang lalu, seorang laki-laki menempuh perjalanan 5778 mil untuk menyuarakan peringatan tentang sungai ‘paling sakit’ di India.

Saluran air di negara tersebut memang sudah menarik perhatian media selama beberapa waktu. Gangga, salah satu sungai paling suci di dunia, juga memiliki julukan sebagai sungai terkotor. Sampah, air selokan, bahkan mayat manusia, mencemari lebih dari setengah wilayah sungai ini. Menyebabkan krisis air dan kebersihan.

Oleh karena itu, harus ada organisasi yang melakukan aksi. Jaggi Vasudev, dikenal dengan nama Sadhguru, merupakan ahli yoga terkenal yang mendirikan Isha Foundation. Itu merupakan organisasi spiritual yang terbentuk pada 1992.

(Baca juga: Dari Kelebihan Hingga Kekurangan, Ini Alasan Mengapa Krisis Air Terjadi)

Di 2017, Sadhguru ingin banyak orang memberikan perhatian lebih pada sungai yang mengalami pencemaran parah itu. Ia lalu meluncurkan kampanye untuk merevitalisasi saluran air di seluruh India.

Dalam misi panjang bernama Rally for Rivers, Sadhguru mengumpulkan para pendukung untuk bergabung dengannya melintasi 16 negara dan menyelenggarakan 146 acara publik di India.

Sadhguru membangkitkan dukungan dari pemerintah, media, selebritis, dan berbagai perusahaan sehingga berhasil menyatukan 160 juta orang untuk menyerukan keprihatinan terhadap kondisi negara tersebut.

Puncaknya, pada 2 Oktober 2017 di Delhi, Sadhguru mengusulkan kebijakan revitalisasi resmi kepada Perdana Menteri dan Kementerian Lingkungan Hidup India.

Menanam pohon                      

Setelah ramai kampanye, Isha Foundation mengusulkan untuk menanam pohon yang membentang di kedua sisi sungai Gangga. Sadhguru mengatakan, ini merupakan cara termudah untuk merevitalisasi saluran air.

Sadhguru. (Arun Sharma/Hindustan Times/Getty Images)

Menanam pohon bisa meningkaktkan curah hujan dan mengisi kembali persediaan air tanah. Akar tanaman menstabilkan pinggir sungai sehingga bisa mencegah erosi tanah. Sementara itu, daun-daun dari pohon akan menaungi sungai dan melindunginya dari suhu tinggi.

Meskipun mendapat banyak dukungan, namun rencana ini juga dikritik. Beberapa orang mengatakan, perlu waktu yang sangat lama untuk menanam pohon. Penyangga pohon yang diusulkan dianggap tidak bisa mengatasi ancaman seperti penambangan pasir dan penggundulan hutan. Dikhawatirkan tidak akan mengurangi polusi yang mengalir langsung ke sungai.

Beberapa yang lainnya mengatakan bahwa menghubungkan sungai merupakan alternatif yang lebih baik. Solusi ini akan menghubungkan sungai-sungai di India melalui waduk dan kanal sebagai upaya untuk mengelola sumber daya air dengan lebih efektif. Namun, cara itu pun mendapat protes karena tidak akan mengatasi polusi.

Hingga saat ini, belum diputuskan solusi mana yang akan diterapkan.

Hubungan yang rumit

India adalah salah satu negara yang memiliki tantangan air. Sungai-sungainya terkuras oleh ekstraksi berlebihan, penggundulan hutan, polusi, dan perubahan iklim.

Sungai-sungai besar semakin menyusut. Yang tadinya bersifat abadi, saat ini hanya mengalir musiman. Menjadikan India seperti negara gurun.

Volume sungai semakin menurun – dari sekitar 182,824 kaki kubik pada 1951 menjadi hanya 54,561 di 2011. Lebih buruknya lagi, dari jumlah total air itu, hanya sejumlah kecil saja yang layak digunakan manusia – yakni 33,125 kaki kubik. Angka itu pun diperkirakan turun lagi menjadi 28,746 kaki kubik di  2025.

Jika itu benar terjadi, maka spesies dan sumber daya alam di sana bisa punah.

(Baca juga: Kisah Desa Patemon yang Selamat Dari Krisis Air Berkat Sumur Resapan)

Secara historis, sungai Gangga diandalkan untuk pertanian. Namun kini, bersama dengan sungai Indus, ia dimasukkan ke dalam daftar sungai paling tercemar di dunia. Kedua sungai ini terancam oleh polusi yang merajalela dan rencana pembangunan bendungan.

Pertanian menjadi sumber pendapatan warga India. Oleh karena itu, air sangat krusial bagi mereka. Namun, melihat keadaannya sekarang, India mungkin akan mengalami masalah kekurangan air di abad ini. Itu berarti kiamat bagi para petani dan memberikan dampak jangka panjang bagi ekosistem.

Pandangan terhadap sungai-sungai di India pun cukup rumit. Beberapa kepercayaan tradisional yakin bahwa sungai Gangga memiliki kekuatan untuk membersihkan dirinya sendiri. Hindu, agama terbesar di India menyatakan bahwa sungai tersebut terhubung dengan Dewi Gangga yang dideskripsikan berasal dari surga.

Memotret Gangga

Selama 10 tahun terakhir, fotografer Giulio Di Sturco telah memotret sungai Gangga melalui seri Death of a River-nya.

Tujuh tahun lalu, ia melakukan perjalanan ke Kanpur, India. Kanpur merupakan rumah bagi ribuan penyamak yang menggunakan sungai sebagai tempat pembuangan bahan kimia setelah dipakain untuk membersihkan kulit.

Padahal, tidak jauh dari situ, Di Sturco melihat orang-orang mandi dan berenang di sungai yang sama. Ketika ia bertanya mengapa mereka mau mandi di air tercemar, Di Sturco mendapatkan jawaban mengejutkan. Para warga yakin, air yang tercemar itu sudah murni kembali setelah pewarna tenggelam ke dasar sungai.

“Air di sungai Gangga seperti minyak. Namun, mereka masih percaya kalau Gangga memiliki kekuatan untuk membersihkan dirinya,” cerita Di Sturco.

(Baca juga: Mengapa Sebuah Kota Bisa Kehabisan Pasokan Air?)

Li Yutong, yang turut berpartisipasi dalam Rally for Rivers bersama rombongan Sadhguru, memiliki pengalaman yang sama seperti Di Sturco, sepuluh tahun yang lalu di sungai Hugli, Kolkata.

“Sungai itu seperti septic tank dengan berbagai sampah yang mengambang. Namun, orang-orang tetap berendam dan berdoa di sana dan tidak menganggapnya tercemar,” kata Li Yutong.

Setahun yang lalu, ide politis muncul – mengusulkan bahwa sungai Gangga dan Yamuna seharusnya mendapat status “pribadi”. Dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan pada sungai ini. Ide tersebut membawa pesan bahwa publik yang merusak sungai harus mendapat hukuman yang setara dengan penyerangan atau pembunuhan.

Namun, beberapa bulan kemudian, Mahkamah Agung menolak usul ini. Menyatakan bahwa gagasan tersebut secara hukum tidak memberikan efek berkelanjutan.