Riwayat Fungsi Bangunan Istana Djoen Eng di Salatiga 1921-1968

By Ratu Haiu Dianee, Senin, 24 Januari 2022 | 16:00 WIB
Bangunan gagah milik Kwik Djoen Eng sebelum direnovasi. (Wikimedia Commons)

Pada 1940, gereja Katolik dari kongregasi Fratres Immaculate Conceptions atau FIC didesak oleh Uskup Semarang untuk membeli kompleks Djoen Eng yang ditawarkan oleh Javache Bank dengan harga rendah dan membiarkan bagunan tersebut kosong sementara. Saat tentara Jepang masuk ke Salatiga, bangunan kosong tersebut dipinjam oleh Gubernemen Hindia Belanda untuk digunakan menjadi kamp interniran bangsa Belanda. Gedung Djoen Eng sempat dijadikan markas polisi dan tentara Indonesia hanya beberapa bulan saja pada tahun 1945. Kemudian tahun 1946-1949 dijadikan tangsi tentara Belanda. Pada bulan Mei tahun 1949, Bruder-bruder FIC mulai menempatinya. Bagian belakang gedung digunakan untuk Sekolah Menengah Pertama atau SMP hingga tahun 1974 dan gedung utama digunakan untuk Bruderan dan asrama anak-anak SMP sampai tahun 1966.

Akibat peralihan fungsi yang sering terjadi dan kompleks gedung tersebut kurang cocok untuk sekolah dan asrama, maka dilakukan perbaikan dan perubahan, namun renovasi besar-besaran sempat ditunda lama karena keraguan para FIC tentang tujuan definitif rumah istimewa tersebut. Beberapa ruangan hingga saat ini dibiarkan seperti aslinya, ruang makan, ruang rekreasi, interior gedung, tiang pergola di taman, gerdu yang masih bercorak Tionghoa berwarna merah menyala, kondisinya masih terawatt dengan baik seperti pertama kalinya.

Institut Roncalli didirikan pada tahun 1968 dan mendapatkan tanggapan positif dari kalangan religius kemudian tahun 1969-1970, gedung utama direnovasi. Menara pada atap dan kubahnya dibongkar, lantai dua dirubah radikal dan dijadikan kamar untuk peserta kursus. Pemotongan kubah dilakukan karena pada saat itu terdapat anti Cina, sehingga menghilangkan unsur arsitektur Cina. Kompleks tersebut menjadi lebih praktis dan tidak begitu mewah, namun bentuk dasar bangunan masuh seperti aslinya. Sejak saat itulah, kompleks ini mulai dikenal sebagai Institut Roncali.

Baca Juga: Adakah Hubungan Antara Salatiga, Arthur Rimbaud, dan Soekarno?

Dalam penelitian, pada saat itu Institut Roncalli adalah tempat yang digunakan para biarawan dan biarawati untuk menggali akar-akar religious sesuai dengan semangat Konsili Vatikan II, dan membina hidup religious di jaman sekarang. Nama Roncalli sendiri berasal dari nama keluarga alm Paus Yohanes XXIII (1958-1965), dengan nama asli Angelo Guiseppe Roncali. Paus Yohanes XXIII merupakan tohoh besar dalam Gerakan Vatikan II yang mengajak untuk mengadakan pembaharuan dalam kehidupan religious. Kemudian dengan Institut Roncalli digunakan untuk melayani kebutuhan spiritual para rohaniawan dari seluruh tanah air.

Dengan gagasan dasar Institut Roncalli oleh Br. Joachim v.d Linden dan Br.Carlo Hillenaar FIC tahun 1968, Institut Roncalli dapat mebawa banyak manfaat bagi Gereja di Indonesia seperti memberikan kesempatan kepada para religious Indonesia untuk menerima pembinaan lanjutan dalam jangka waktu yang panjang dalam suasana hening dan refleksif sesuai dengan tujuan Institut Roncalli yang membantu para religious untuk menimba hidup kerohaniannya.

Baca Juga: Salatiga, Lelakon Tinggalan Kota Garnisun di Pinggang Merbabu