Ada Kerabat Ikan Purba ke Daratan yang Memilih Kembali ke Air

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 2 Agustus 2022 | 07:00 WIB
Ilustrasi ikan purba Qikiqtania. Leluhurnya menonjolkan fitur untuk bisa ke daratan, tetapi spesies ini memilih untuk kembali ke perairan. (Alex Boersma CC BY-ND)

Nationalgeographic.co.id - Kurang dari 400 juta tahun silam atau akhir era Devon, daratan yang awalnya hanya diisi oleh serangga kedatangan tamu dari dunia air. Salah satu spesiesnya adalah ikan Tiktaalik roseae yang juga dijuluki 'ikan pod' atau ikan dengan anggota badan. Sirip depan ikan ini punya otot untuk menopang badannya di perairan dangkal dan dataran berlumpur.

Spesies inilah yang menjadi leluhur reptil, amfibi, mamalia, dan unggas, di masa-masa mendatang dalam tahap evolusi. Pemahaman ikan ini menarik bagi kalangan ilmuwan karena fosilnya ditemukan di sekitar Arktik Kanada hampur 20 tahun silam.

Ada temuan menarik dalam makalah baru di jurnal Nature yang dipublikasikan 20 Juli 2022 berjudul A new elpistostegalian from the Late Devonian of the Canadian Arctic. Para peneliti mengungkapkan bahwa perjalanan ikan purba ini ke lahan kering tidak berjalan mulus. Salah satu dari kerabat dekat Tiktaalik memilih untuk kembali pada kehidupan air.

Para peneliti mengidentifikasi ikan itu dengan nama ilmiah Qikiqtania wakei. Fitur biologisnya punya kesamaan dengan Tiktaalik sebagai spesies yang penasaran dengan kehidupan di daratan. Yang berbeda adalah sirip mereka jauh lebih cocok untuk berenang daripada merangkak.

Fosil Qikiqtania pertama kali dikumpulkan tahun 2004 di selatan Pulau Ellesmere, Nunavut, Kanada. Neil Shubin, salah satu penulis dan ahli biologi evolusioner University of Chicago turut serta saat itu. "[fosil ikan purba] itu ditemukan karena cuaca buruk," kenangnya. Kemudian fosilnya disimpan hingga akhirnya penelitian terkaitnya dilakukan.

Awalnya mereka mengira itu adalah ikan Tiktaalik berusia muda. Ketika dipindai, ternyata fosil yang tertanam batu itu tulang lengan atasnya punya beberapa karakteristik unik.

Baca Juga: Dunia Hewan: Mengapa Tubuh Gajah Sangat Besar? Apa Untung dan Ruginya?

Baca Juga: Fosil Bermata Tiga Mengubah Pemahaman Kita tentang Evolusi Serangga

Baca Juga: Ilmuwan Menganalisis Genom Hominin dari Gua Rusa Merah di Tiongkok

Baca Juga: Ternyata Panda Purba Pernah Punya Ibu Jari Palsu yang Panjang

"Kejutan bagi kami benar-benar dalam bentuk humerus (tulang lengan), yang menunjukkan bahwa ini bukan hewan yang dapat menopang tubuhnya dengan siripnya seperti Tiktaalik dan seperti tetrapoda," terang Shubin di Popular Science. "Ini adalah hewan yang mungkin lebih cocok untuk habitat perairan terbuka."

Fosil itu terdiri dari rahang bawah, sebagian rahang atas, pecahan tulang leher, sisik dari berbagai bagian tubuh, dan sirip dada kiri. Qikiqtania dinamai menurut kata dari Inuktitut Qikiqtaaluk/Qikiqtani, kawasan di mana ditemukannya ikan purba itu.

Diperkirakan, fosil ini hidup sekitar 375 tahun silam yang membuatnya sedikit lebih tua dari Tiktaalik. Panjang tubuh fosil ini mencapai 76,2 sentimeter dengan sirip lebar seperti dayung, gigi tajam, dan mata bertengger di atas kepalanya yang datar.

Fosil dari ikan Qikiqtania wakei yang ditemukan tahun 2004 dalam sebuah ekspedisi. (Stewart et al.)

"Ini merupakan variasi yang benar-benar tak terduga dalam kelompok tepat di puncak transisi air-tanah," terang Thomas Stewart, penulis utama makalah dan ahli biologi evolusioner di Pennsylvania State University. "Ini menunjukkan bahwa ada keragaman hewan yang melakukan segala macam hal yang berbeda."

Dia menerangkan, hewan ini berkerabat dengan jenis pertama dari vertebrata berkaki, tetapi tulang humerusnya "sangat berbeda dari makhluk lain yang berkerabat dekat dengannya." Tulang lengannya relatif kecil dan berbentuk seperti bumerang, sedangkan Tiktaalik punya sudut yang berbeda.

Qikiqtania tidak punya tonjolan dan puncak di tulang yang dimiliki kerabatnya yang mana melekat dengan otot dada. Sehingga, para peneliti menyimpulkan fiturnya tidak bisa membantu untuk menopang tubuh.

Namun, spesies nenek moyangnya punya sirip yang dapat menopang tubuh mereka. Para peneliti pun menyimpulkan bahwa ikan ini sebenarnya sempat singgah ke daratan karena evolusi leluhurnya. Kemudian, mereka memilih untuk merangkak kembali ke air.

"Ini adalah spesialisasi yang menarik karena menunjukkan bahwa transisi dari kehidupan ke air pada kehidupan di darat sedikit lebih kompleks," tutur Shubin. "Anda punya beberapa makhluk yang berevolusi untuk berjalan di darat atau di dasar air, dan yang lainnya berevolusi ke habitat perairan terbuka; itu berjalan dua arah."

Meski demikian, belum diketahui jelas mengapa Qikiqtania lebih memilih kembali ke air. Shubin dan rekan-rekan lainnya menduga ada banyak makanan di dalam air. Mereka menanti eksepedisi mendatang untuk mencari bahu atau pinggul dari spesies ikan purba yang terpelihara dengan baik untuk mengungkap bagaimana perpindahan dari air ke darat dan sebaliknya.

   

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo