Upacara 1.000 Sesajen dan Dupa: Wujud Toleransi Masyarakat Indonesia

By Ratu Haiu Dianee, Kamis, 3 Februari 2022 | 07:00 WIB
Upacara 1000 sesajen dan dupa di Candi Gedong Songo. Tetua Gedong Songo mengatakan bahwa masyarakat boleh mempelajari budaya dari luar, tetapi hargai dan jangan pernah melupakan budaya, adat, dan tradisi asal kita. (Tri Wahyu/National Geographic Indonesia )

Nationalgeographic.co.id—Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan ragam tradisi dan budaya. Salah satu tradisi turun menurun dari nenek moyang yang masih sering dilakukan oleh beberapa masyarakat Indonesia adalah tradisi sesajen. Biasanya dalam tradisi ini masyarakat menyajikan buah-buahan, telur, makanan, minuman, dan beragam bunga.

Menurut Dr. Samsul Maarif dari  Center for Religious and Cross-Cultural Studies Universitas Gajah Mada (CRCS UGM), sesajen merupakan media produksi sosial, budaya, dan keagamaan untuk toleransi. Sesajen bukan hanya antara manusia lintas identitas, tetapi juga antara manusia dan alamnya.

“Sesajen adalah kreativitas leluhur yang diwariskan dengan menekankan pandangan dunia yang ekosentris: hidup bersama dengan semua yang hidup secara selaras,” tambah Anchu sapaan akrab Samsul Maarif.

Upacara 1.000 Sesajen dan Dupa: Doa Lintas Agama Lintas Budaya digelar di pelataran Candi Gedong Songo pada 1 Februari 2022. Perhelatan ini merupakan wujud dari pelestarian budaya Nusantara sebagai jatidiri bangsa Indonesia. Doa lintas agama dan lintas budaya ini dihadiri oleh 23 paguyuban dari berbagai daerah, mulai dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, sampai Bali.

Untuk memeriahkan upacara ini masing-masing masyarakat membawa sesajen dan dupa dari rumah. Sesajen dan dupa itu ditata berjejeran di depan pelataran Candi Gedong Songo.

Sesajen adalah kreativitas leluhur yang diwariskan dengan menekankan pandangan dunia yang ekosentris, ungkap Samsul Maarif. Kehadiran sesajen menjadi media produksi sosial, budaya, dan keagamaan untuk toleransi. (Tri Wahyu/National Geographic Indonesia)

Para tetua paguyuban menyampaikan sambutan. Selanjutnya mereka merapal doa lintas agama bersama, dan pembagian sesajen sebelum upacara selesai. Rupa sesajen tak hanya berupa bunga-bunga, tetapi juga dalam bentuk makanan dan buah-buahan. Pembagian sesajen kepada warga bertujuan agar tidak ada makanan yang terbuang.

“Upacara ini adalah wujud bakti anak-anak Nusantara kepada Ibu Pertiwi. Di mana akhir-akhir ini, khususnya anak-anak muda mulai melupakan adat dan tradisi ini. Jadi, dengan diadakannya Upacara 1000 sesajen dan dupa dapat membangkitkan kesadaran anak-anak muda tentang budaya ini,” ungkap Sarwan pemangku adat Gedung Songo atau tetua kepada National Geographic Indonesia.

Upacara 1000 sesajen dan dupa di Candi Gedong Songo. Doa lintas agama dan lintas budaya ini dihadiri oleh 23 paguyuban dari berbagai daerah, mulai dari daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Bali. (Tri Wahyu/National Geographic Indonesia)

"Masyarakat boleh mempelajari budaya dari luar, tetapi hargai dan jangan pernah melupakan budaya, adat, dan tradisi dari asalnya," tambah Sarwan. 

Mengingat Indonesia yang memiliki lebih dari 700 suku dan bersemboyan ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang berarti 'berbeda-beda tetapi tetap satu jua', menjadikan Indonesia sebagai negara yang bertoleransi tinggi. Selain suku dan budaya, Indonesia juga memiliki beragam kepercayaan dan agama.  

“Toleransi beragama di Indonesia secara umum memiliki akar yg dalam, yang sebenarnya terus direproduksi melalui ragam produksi sosial dan budaya,” jelas Anchu.