Upacara 1.000 Sesajen dan Dupa: Wujud Toleransi Masyarakat Indonesia

By Ratu Haiu Dianee, Kamis, 3 Februari 2022 | 07:00 WIB
Upacara 1000 sesajen dan dupa di Candi Gedong Songo. Tetua Gedong Songo mengatakan bahwa masyarakat boleh mempelajari budaya dari luar, tetapi hargai dan jangan pernah melupakan budaya, adat, dan tradisi asal kita. (Tri Wahyu/National Geographic Indonesia )

 Anchu menjelaskan bahwa saat ini terjadi intoleransi pada masyarakat Indonesia. Intoleransi ini mendasari seseorang dalam membangun perilaku dan pengetahuannya, termasuk pengetahuan keagamaan yang eksklusif. Bangunan pengetahuan keagamaannya didominasi oleh keterbatasan sumber dan meyakini bahwa pengetahuannya paling benar.

“Pengetahuan dan perilaku eksklusif semacam ini tentu saja merupakan tantangan bagi toleransi beragama di Indonesia. Tantangan tersebut nyata, dan karena itu harus dihadapi dan diatasi,” tutur Anchu.  

Untuk menghadapi dan mengatasi hal ini diperlukan ruang diskusi, dialog, dan interaksi secara terbuka. Ruang diskusi yang terbuka ini boleh digunakan bagi siapapun yang ingin berekpresi, berbicara, saling mendengarkan, dijaga, dan dilindungi oleh negara.

“Cara ini jauh lebih berguna dan berdaya tahan untuk reproduksi pengetahuan dan perilaku toleran daripada represi dan intimidasi,” pungkasnya.

Baca Juga: Di Manakah Kawasan Muslim yang Paling Sedikit Mengalami Arabisasi?