Nationalgeographic.co.id - Dua fosil bunga berusia 99 juta tahun yang terperangkap dalam ambar atau damar dari zaman kapur dilaporkan telah ditemukan di tambang Hkamti dan Tanaing, Myanmar utara. Ahli paleontologi mengidentifikasi temuan tersebut identik dengan genus Phylica yang masih hidup dan yang lainnya kerabat Phylica.
Fosil bunga tersebut ditemukan terawetkan dengan baik dan menambah wawasan evolusi awal fitur paling khas angiospermae, tanaman berbunga. Laporan penemuan tersebut telah dipublikasikan di jurnal Nature Plants secara daring dengan judul "Fire-prone Rhamnaceae with South African affinities in Cretaceous Myanmar amber".
Seperti diketahui, diversifikasi tanaman berbunga atau angiospermae adalah salah satu episode utama dalam sejarah kehidupan yang mengubah ekosistem global. Diversifikasi tersebut membawa diversifikasi serangga, amfibi, mamalia, burung purba dan clade lainnya, organisme yang diyakini telah berevolusi dari nenek moyang yang sama. Pada akhirnya menandai pertama kalinya dalam sejarah geologi ketika kehidupan di darat menjadi lebih beragam daripada kehidupan di laut.
Radiasi cepat mereka, tanaman berbunga, antara 135 juta tahun yang lalu dan 65 juta tahun yang lalu yang menyebabkan angiospermae mendominasi banyak lingkungan daratan pada akhir periode Cretaceous atau zaman Kapur. Kondisi tersebut menggantikan gymnospermae yang ada dan telah memesona para ahli biologi evolusioner dimulai dengan Charles Darwin yang terkenal dengan sebutan radiasi angiospermae sebagai 'misteri yang mengerikan.
Baca Juga: Penampakan Kepiting yang Terjebak di Ambar Selama 100 Juta Tahun
Namun, pengetahuan kita tentang evolusi awal fitur paling khas angiospermae, masih sangat sedikit. Hal itu karena konstruksinya yang halus dan dengan demikian potensi fosilisasi yang rendah. Temuan fosil angiospermae yang terawetkan dengan baik ini memberikan pengetahuan penting. Banyak dari apa yang diketahui tentang keanekaragaman bunga angiospermae awal berasal dari bunga yang dibuat inert secara biologis melalui pembakaran dan konversi menjadi arang.
Profesor Robert Spicer, rekan peneliti, mengatakan kepada sci-news, bahwa bunga, buah, daun, dan serbuk sari yang diawetkan dengan indah dari 100 juta tahun yang lalu ini memberikan gambaran tentang waktu penting dalam evolusi tanaman berbunga. "Menunjukkan bahwa bunga awal tidak primitif seperti yang diperkirakan banyak orang, tetapi sudah beradaptasi dengan luar biasa untuk bertahan hidup dari kebakaran hutan yang sering terjadi yang merusak 'rumah kaca' hangat dunia Kapur," kata Spicer.
Spicer merupakan peneliti di School of Environment, Earth and Ecosystem Sciences di Open University and laboratorium utama Tropical Forest Ecology di Xishuangbanna Tropical Botanical Garden, Chinese Academy of Sciences.
"Jika Darwin memiliki akses ke fosil seperti itu 'misteri kejinya,' sebagaimana ia menyebut asal usul tanaman berbunga, mungkin tidak terlalu membingungkan karena api adalah komponen kunci dalam membentuk evolusi bunga," spicer menambahkan.
Salah satu dari dua spesies baru, bernama Phylica piloburmensis. Spesies tersebut termasuk dalam genus Phylica dari keluarga Rhamnaceae, kelompok tanaman yang terancam punah yang khas dari bunga Cape Fynbos yang unik, yang bertahan meskipun sering terjadi kebakaran hutan. Spesies lain, Eophylica priscastellata, mewakili kelompok saudara dari genus Phylica.