Nationalgeographic.co.id—Air memiliki peran penting bagi Kekaisaran Romawi, dari kebangkitan bahkan hingga kejatuhan kekaisaran Romawi pada sekitar 476 M, sebuah studi mengungkapkan. Praktik pertanian yang cerdas dan jaringan perdagangan biji-bijian yang luas memungkinkan orang Romawi berkembang di lingkungan Mediterania yang terbatas air.
Tim ahli hidrologi internasional dan sejarawan Romawi mengungkapkan bahwa air berperan mendorong kekaisaran lebih dekat ke batas sumber makanannya. Pasokan makanan yang stabil yang bergantung pada hal tersebut mendorong pertumbuhan populasi dan urbanisasi.
Studi tersebut dipublikasikan Hydrology and Earth System Sciences. Publikasi tersebut merupakan jurnal akses terbuka dari European Geosciences Union (EGU) dengan judul "A virtual water network of the Roman world".
Seperti diketahui, kekaisaran Romawi membentang lebih dari tiga benua dan bertahan selama berabad-abad. Kekaisaran Romawi adalah rumah bagi sekitar 70 juta orang. Di wilayah yang begitu luas memastikan pasokan makanan yang stabil bukanlah tugas yang mudah, terutama mengingat iklim variabel dan kering di wilayah Mediterania.
Jadi bagaimana orang Romawi mempertahankan persediaan makanan yang dapat diandalkan ke kota-kota mereka selama berabad-abad di bawah kondisi yang menantang seperti itu?
Untuk mengetahuinya, Brian Dermody, seorang ilmuwan lingkungan dari Utrecht University, bekerja sama dengan ahli hidrologi dari Belanda dan ahli klasik di Stanford University di AS.
Para peneliti ingin mengetahui bagaimana cara orang Romawi mengelola air untuk pertanian dan perdagangan tanaman berkontribusi pada umur panjang peradaban mereka. Mereka juga penasaran untuk mengetahui apakah praktik-praktik ini berperan dalam kejatuhan Kekaisaran pada akhirnya.
"Kita bisa belajar banyak dari menyelidiki bagaimana masyarakat masa lalu menghadapi perubahan di lingkungan mereka," kata Dermody.
Dermody membandingkan antara peradaban Romawi dan yang kita miliki saat ini. "Misalnya, Romawi dihadapkan pada pengelolaan sumber daya air mereka dalam menghadapi pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Untuk memastikan pertumbuhan dan stabilitas peradaban mereka yang berkelanjutan, mereka harus menjamin pasokan makanan yang stabil ke kota-kota mereka, banyak yang terletak di perairan- daerah miskin," Dermody menjelaskan.
Dalam makalah Hydrology and Earth System Sciences, tim berfokus pada penentuan sumber daya air yang dibutuhkan untuk menanam biji-bijian, tanaman pokok peradaban Romawi. Kemudian bagaimana sumber daya ini didistribusikan di dalam Kekaisaran. Dibutuhkan antara 1000 dan 2000 liter air untuk menumbuhkan satu kilo biji-bijian.
Saat orang Romawi memperdagangkan tanaman ini, mereka juga menukar air yang dibutuhkan untuk memproduksinya, mereka bertukar air virtual. Air virtual diartikan sebagai jumlah air yang digunakan dalam proses produksi dari suatu komoditi hasil pertanian ataupun industri.
Para peneliti menciptakan jaringan air virtual dunia Romawi. "Kami mensimulasikan perdagangan air virtual berdasarkan wilayah miskin air virtual (pusat kota, seperti Roma) yang menuntut biji-bijian dari wilayah kaya air virtual terdekat (wilayah pertanian, seperti lembah sungai Nil) dalam jaringan," jelas Dermody .
Tim menggunakan model hidrologi untuk menghitung hasil biji-bijian, yang bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti iklim dan jenis tanah. Para penulis menggunakan peta yang direkonstruksi dari lanskap dan populasi Romawi untuk memperkirakan di mana produksi pertanian dan permintaan makanan terbesar.
Mereka juga mensimulasikan perdagangan biji-bijian berdasarkan rekonstruksi interaktif jaringan transportasi Romawi. Itu memperhitungkan biaya transportasi tergantung pada faktor-faktor seperti jarak dan sarana transportasi.
Jaringan air virtual mereka menunjukkan bahwa kemampuan Romawi untuk menghubungkan berbagai lingkungan Mediterania melalui perdagangan memungkinkan peradaban mereka berkembang. "Jika hasil biji-bijian rendah di wilayah tertentu, mereka dapat mengimpor biji-bijian dari bagian lain Mediterania yang mengalami surplus. Itu membuat mereka sangat tahan terhadap variabilitas iklim jangka pendek," kata Dermody.
Tetapi praktik pengelolaan air yang inovatif di Roma mungkin juga berkontribusi pada kejatuhan mereka. Dengan perdagangan dan irigasi memastikan pasokan makanan yang stabil ke kota-kota, populasi tumbuh dan urbanisasi meningkat.
Dengan lebih banyak mulut untuk diberi makan di pusat-pusat kota, orang Romawi menjadi lebih tergantung pada perdagangan sementara pada saat yang sama Kekaisaran didorong lebih dekat ke batas sumber makanan mereka yang mudah diakses. Dalam jangka panjang, faktor-faktor ini mengikis ketahanannya terhadap hasil biji-bijian yang buruk yang timbul dari variabilitas iklim.
"Kita dihadapkan dengan skenario yang sangat mirip hari ini. Perdagangan air virtual telah memungkinkan pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang cepat sejak awal revolusi industri. Namun, saat kita semakin mendekati batas sumber daya planet ini, kerentanan kita terhadap hasil panen yang buruk muncul akibat perubahan iklim meningkat," tutup Dermody.
Baca Juga: Rayuan Maut Pria Romawi Kuno Memikat Lawan Jenis, Bagaimana Caranya?