Alun-Alun Kota Bandung: Dari Tempat Sakral hingga Ruang Publik

By Ratu Haiu Dianee, Minggu, 13 Februari 2022 | 14:00 WIB
Alun-alun Kota Bandung pada masa kolonial, pemerintahan Hindia Belanda. Telah dipasang pagar-pagar yang mengitari Alun-alun Kota Bandung (https://www.infobdg.com/v2/alun-alun-bandung-dari-masa-ke-masa/)

Setiap alun-alun atau sepetak lapangan luas yang biasanya terletak di depan sebuah pendopo atau semacam keraton pada masa kerajaan, kerap kali dipercaya oleh penduduk setempat dengan kesan magis.

Letak kesan kemagisannya berupa penanaman pohon beringin di tengah-tengah dan setiap sisi alun-alunnya. Selain itu, alun-alun juga memiliki kesan menakutkan, karena pada masanya digunakan sebagai kegiatan formal “kenegaraan” termasuk tempat pelaksanaan hukuman bagi pada pelaku kriminal seperti yang tertulis pada Jurnal Patanjala.

Miftahul Falah, Agusmanon Yuniadi, dan Rina Adyawardhina melakukan penelitian mengenai “Pergeseran Makna Filosofis Alun-Alun Kota Bandung pada Abad XIX-Abad XXI”.

Dalam penelitiannya tertulis bahwa bersamaan dengan hari jadi Kota Bandung, Alun-alun Kota Bandung menjadi salah satu elemen pembentuk kota sebagai pusat pemerintahan kabupaten Bandung saat 25 september 1810 silam. Alun-alun Kota Bandung yang dibangun berdasarkan dengan prinsip kosmologi ini merupakan wujud dari tata ruang kota.

Baca Juga: Mendefinisikan Kembali Perjalanan ke Bandung Selatan di Waktu Malam

Alun-alun Bandung saat Masa Kerajaan

Sebuah alun-alun tak hanya sekedar sepetak lapangan luas yang terbuka atau biasa disebut dengan taman kota saja. Namun, alun-alun merupakan salah satu bagian dari tata ruang kota tradisional.

“Pada masa kerajaan, alun-alun merupakan batas antara wilayah sakral yakni keraton atau pendopo dan wilayah profan. Alun-alun menjadi  tempat di mana kekuasaan raja terpancar ke seluruh negeri atau kabupaten,” tulis Miftahul pada jurnalnya.

Di masanya, alun-alun juga digunakan rakyat sebagai tempat menghadap ke rajanya untuk menyampaikan pesan. Menurut penelitian, selain kedudukan raja sebagai penguasa dunia, kedudukan raja juga sebagai pemimpin tertinggi keagamaan.

“Penegasan itu disimbolisasikan dengan dipusatkannya kegiatan ritual keagamaan penting di alun-alun dan keberadaan masjid di sebelah barat alun-alun menjadi symbol kekuasaan raja atau budaya di bidang keagamaan,” jelas Miftahul pada penelitiannya.

Alun-alun Bandung secara kosmologis menjadi batas antara wilayah sakral dan profan. Letak kosmologis Alun-alun Bandung berada di tengah-tengah antara pendopo dan gunung tangkuban perahu.

Pada saat Alun-alun Bandung dibangun, tata ruang Kota Bandung saat itu menyesuaikan dengan pendopo yang sebagai mikrokosmos berada di selatan alun-alun dan gunung tangkuban perahu sebagai makrokosmos atau mahamerunya masyarakat bandung di sisi utara. Ada juga di sisi barat alun-alun Kota Bandung terdapat masjid agung.