Ciri ini tidak ditemukan dalam ekskavasi di Selayar, terang Hasanuddin, tetapi dua liang memiliki tipe dari bangsa yang berbeda, Austromelanesia di Liang Batu Genra dan Mongoloid di Liang Kelelawar.


Baca Juga: 15 Temuan Memukau tahun 2021, Cadas Sulawesi Selatan Salah Satunya
Baca Juga: Proses Kristenisasi dan Islamisasi Sulawesi Selatan yang Beriringan
"Jejak Australomelanesia di Selayar itu kita peroleh dari tipikal budaya yang ditemukan, seperti bentuk lancipan bergerigi dan masa okupasi manusia yang pernah menghuninya," paparnya.
"Sebagaimana yang kita ketahui tipe alat litik Maros Point berkembang pada masa antara 8.000 hingga 7.000 tahun yang lalu, merupakan inovasi lokal yang memerlukan tingkat keterampilan khusus dalam pembuatannya."
"Namun, lancipan bergerigi ini tidak memiliki sebuah pangkal bersayap seperti halnya tipe Maros Point klasik (classic Maros Point). Oleh karena itu, teknologinya memperlihatkan karakter yang berbeda dibanding teknologi Maros Point," tambahnya.
Temuan ini sesuai dengan usia lebih tua oleh arkeolog Australia Sue O'Connor tahun 2017 di Alor, Nusa Tenggara Timur. Tapi yang jelas, sebelum Austronesia tiba di Nusantara sudah ada peradaban yang menempati Kepulauan Selayar terlebih dahulu dan belum dapat disimpulkan lugas dalam arkeologi jika mereka hidup berdampingan.
Migrasi dari Sulawesi ke Nusa Tenggara Timur
Meskipun peninggalan manusia modern awal di Alor lebih tua dari Selayar, para arkeolog berteori bahwa migrasi terjadi dari Sulawesi dengan menyeberangi kepulauan.
"Terkait jalur migrasi dari Sulawesi ke Flores, memang Sulawesi bagian selatan merupakan jalur utama," kata Adhi Agus Oktaviana dari Arkenas saat dihubungi, Senin (14/02/2022). "Cuma kita 'kan harusnya buktikan kalau ada tinggalan arkeologinya termasuk gambar cadasnya."
Baru-baru ini ia sedang menyurvei temuan cadas di beberapa kawasan di Sulawesi, seperti Bantaeng, untuk menyimpulkan rute migrasi manusia. Rencananya, temuan itu akan dipublikasikannya dalam makalah penelitian.