Nationalgeographic.co.id—Sudah hal umum bahwa wayang adalah sarana pertunjukan kebudayaan masyarakat Nusantara. Kehadirannya sudah ada di era Hindu-Buddha dengan lakon yang memiliki pesan untuk penontonnya dengan nilai-nilai luhur, termasuk sarana dakwah Islam ketika diperkenalkan para wali.
Banyak orang baru mengenal cerita Mahabharata dan Ramayana sebagai cerita wayang. Tetapi sebenarnya, ada cerita asli Nusantara sendiri yang bisa dipadukan dengan wayang sebagai gabungan budaya kita, cerita Panji. Salah satu yang memainkan cerita tentang cinta sejati ini adalah wayang krucil berasal dari Jawa Timur.
Harjito Mudho Darsono, dalang wayang krucil di Kediri memperkenalkan seperti apa wayang ini dan bagaimana dipentaskan. Wayang-wayang itu berbahan kayu dengan teknik ukir, tapi bagian tangannya berbahan kulit karena lebih mudah digunakan.
Ia mengutarakan, wayang krucil di masa modern mencapai masa keemasannya pada 1980-an. Pementasannya dilakukan dengan berkeliling kota menyertakan gamelan yang bisa ditentang, dan gong kecil.
Saat awal-awal memainkan wayang krucil, Harjito membawakan kisah Ande-Ande Lumut yang mengisahkan Panji Asmarabangun. Keterampilannya ini berkembang seiring waktu, sehingga menjadi pewaris dalang ketika ayahnya meninggal. Kemampuannya ini membuatnya menjadi 10 penyaji terbaik dalang se-Jawa Timur pada 2001, dan memperkenalkannya di festival Panji internasional pada 2018.
"Cerita panji itu beragam," ujarnya dalam webinar Penyebaran Cerita Panji melalui Seni Pertunjukan yang disiarkan Tribun Network, September 2020. Tapi intinya, cerita panji lewat wayang krucil, banyak gerakan joget yang energi dalam pementasan.
Pementasan diiringi oleh musik pengiring yang dibedakan dalam dua variasi, yakni dengan gamelan jangkep dan gamelan junggrung (timplong).
Baca Juga: Kelana Budaya Panji yang Melintasi Bentuk, Tempat, dan Waktu
Baca Juga: Wayang Kulit Merayakan Gamelan Sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO
Rudi Irwanto budayawan dan pegiat desain Universitas Negeri Malang, dalam makalah Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur pada Februari 2019 menulis, iringan gamelan jangkep terdiri dari 20 macam gamelan yang diadopsi dari iringan wayang kulit. Sementara timplong adalah varian yang menggunakan lima buah gamelan sebagai pengiring, dan biasanya berkembang di kawasan Nganjuk dan Ngawi.
Dalam lakon Panji di wayang krucil, ada 70 tokoh yang ditampilkan yang sudah mengalami penambahan tokoh. Beberapa di antaranya ada Raden Panji, Dewi Sekartaji, Dewi Ragil Kuning, dan Prabu Joyoboyo.
Selain wayang krucil Panji, ada juga wayang krucil menak yang mengambil cerita dari serat Ambiya atau babad Menak, dan wayang kruciol Gedhog yang mengambil cerita dan penokohan dari wayang kulit.
"Cerita wayang krucil mengambil cerita Panji, yang bagi sebagian masyarakat Jawa dinilai sebagai cerita rakyat yang tidak memiliki dasar filosfi sekuat wayang kulit," tulis Rudi. "Cerita Panji yang menjadi karakters seni wayang krucil belum dapat menandingi keberadaan seni wayang kulit yang berlatar belakang cerita-cerita dari India dengan konsep-konsep Hindu."
Namun, penggunaan cerita Panji berguna untuk penyebaran Islam, karena lebih melekat pada masyarakat Jawa dan tidak terlalu terpaku pada konsep kesenian Hindu dari India seperti Ramayana dan Mahabharata, tambahnya.
Ketika digunakan pada era Islam, wayang ini dipentaskan berpedoman pada sistem spiritualitas Islam-Jawa. Hal itu tampak pada penggunaan doa yang dibacakan dalam pementasan dan struktur ceritanya yang menyinggung kehadiran Islam di Nusantara.
"Nah saat perjuangan, Belanda masuk, muncul lagi lakon baru, lakon puger dan Diponegoro. Pokoknya lakon di masa penjajahan Belanda," tambah Harjito mengenai perkembangan wayang krucil. "
Baca Juga: Bertahan di Tengah Pagebluk, Para Seniman Wayang Orang Berteman dengan Teknologi
Baca Juga: Upaya Seniman Tari dan Wayang Orang Memanfaatkan Teknologi untuk Bertahan di Tengah Pagebluk
Dari semua lakon, Panji adalah yang cerita yang menarik untuk dipentaskan, terang Harjito.
"Setelah saya pelajari dan saya tekuni, cerita Panji itu berhubungan dengan konsep kehidupan, karena konsep kehidupan tidak lepas dari namanya Gusti sing murbing dumadi (Tuhan yang maha esa) menggunakan media perantaraan tubuh bapak dan ibu," lanjutnya. "Inti cerita Panji adalah Panji Asmarabangun dan Galuh Candrakirana, seorang laki-laki dan perempuan. Lika-liku sebuah kehidupan."
"Hanya konsepnya Panji saya ibaratkan sebagai konsep kehidupan dari awal, tengah, dan akhir. Tujuan hidup. Kalau kita tidak mengetahui bapak-ibu kita, tentunya tidak pernah tahu siapa diri kita sendiri. Itu adalah konsep dari wayang krucil itu sendiri"
Bahannya dari kayu yang beda dengan wayang kulit, memiliki filosofi agar keinginan dalang pada penontonnya harus tembus dan bersatu. Ini adalah gambaran sebagai usaha manusia untuk bisa memenmbuskan harapannya kepada Tuhan, jabar Harjito.