Para Legiun Afrika Romawi dalam Jejak Kekaisaran Romawi Kuno di Afrika

By Galih Pranata, Senin, 21 Februari 2022 | 08:00 WIB
Salah satu adegan dalam film Gladiator (2000). Beberapa dari kalangan budak Afrika telah memiliki semangat bertempur dan mengabdi kepada Roma, membuat mereka tak disangsikan kedudukannya. (Imperium Romanum)

Nationalgeographic.co.id—Kehadiran orang berdarah Afrika di Romawi adalah turunan dari pengambilalihan Romawi di awal abad pertengahan (abad ke-6 hingga abad ke-10) sebelum penaklukan Arab di Afrika Utara.

Unit-unit militer Romawi Kuno pada umumnya direkrut dari tempat-tempat tertentu: banyak dari apa yang diketahui tentang mereka berasal dari nama etnis dari formasi yang berbeda.

"Kebanyakan dari mereka adalah populasi Afrika Utara kuno di Afrika Utara bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Kuno," tulis Farida Dawkins kepada Face 2 Face Africa.

Dawkins menuliskannya dalam artikel yang berjudul Why Africans adopted Roman culture before the Arab conquest in 8th century AD. Artikelnya dipublikasi pada 9 Juni 2018.

"Keberadaan orang-orang Afrika tidak lain karena mereka diperbudak dan dibawa ke Roma, serta beberapa kota-kota Eropa lainnya yang saat itu tengah dikuasai kekaisaran," imbuh Dawkins.

Meskipun demikian, mereka tidak mendapatkan diskriminasi atau dibatasi pada jabatan atau pekerjaan tertentu. Sebaliknya, mereka memegang posisi penting di Romawi, seperti senator dan kaisar.

Beberapa dari kalangan budak Afrika telah memiliki semangat bertempur dan mengabdi dengan tulus kepada Roma, membuat mereka tak disangsikan kedudukannya di kerajaan.

"Orang-orang Afrika Romawi kebanyakan berasal dari Berber (bangsa kuno dari zaman besi) atau Punisia, atau juga Kartago dan keturunan orang-orang Afrika Utara yang berkembang di Roma," terusnya.

Para keturunan Afrika di Roma berbicara dengan variasi bahasa Latin mereka sendiri dengan pola akulturasi linguistik, dimana mereka memasukkan budaya Romawi ke dalam kebiasaan asli mereka secara asketis.

Selama diduduki Kekaisaran Romawi Kuno, mereka mendiami bagian pesisir di Aljazair timur, Libya barat dan Tunisia. Wilayah ini kemudian dikenal sebagai Ifriqiya (dari kata Afrika), daerah terpencil Afrika dari Kekaisaran Romawi.

Prajurit Afrika Romawi menjadi martir dalam karya seni Ealy Mays. (Galih Pranata)

"Kemajuan yang direngkuh oleh penduduk Afrika Roma yang mendiami Ifriqiya, mendorong imigrasi besar-besaran Afrika Romawi dari Eropa ke wilayah tersebut," sambungnya.

Pada akhir era kekuasaan Kekaisaran Romawi barat, sebagian besar provinsi di Afrika Utara diromanisasi. Dengan demikian, orang Afrika Romawi menikmati kehidupan yang istimewa tidak seperti Garamantes dan Getuli (dua kota kuno di Afrika Utara).

Orang Afrika Romawi beragama Kristen dan berbicara bahasa Latin, yang terdiri dari bahasa Berber dan bahasa Arab Maghrebi —bahasa orang-orang Maroko.

Baca Juga: Cara Orang Romawi Bawa Hewan Buas Ke Colosseum, Ini Penjelasannya

Baca Juga: Tujuh Penemuan Romawi Kuno: Inovasi yang Berguna hingga Sekarang

Memasuki abad ke-12, di bawah kekuasaan Almohad —bangsa Arab yang menginvasi ke Afrika Utara— dan karena penaklukan Islam, mereka akhirnya masuk Islam.

Penakluk Muslim mulai berkembang pesat di abad ke- 7. Mereka mengembangkan tiga kelas populasi, Bizantium (Romawi), Afāriqah (Afrika Romawi) dan Barbar –petani Berber.

Pada akhirnya, Kekaisaran Romawi Kuno telah meluaskan pengaruhnya meliputi Afrika, Timur Tengah, dan Eropa, sehingga para legiunnya terdiri atas semua bangsa taklukan ini.