Vlad the Impaler, Penguasa Bengis bak Drakula yang Haus Darah

By Sysilia Tanhati, Kamis, 24 Februari 2022 | 08:00 WIB
Kebengisannya seperti manusia yang haus darah mungkin menjadi inspirasi novel Dracula karya Bram Stoker. (Neuromagazine/Wikipedia)

Vlad Dracula merebut kekuasaan

Pada 1448, Vlad Dracula kembali ke Wallachia untuk merebut kembali takhta dari Vladislav II, pria yang telah menggantikan ayahnya. Dia berhasil, tetapi setelah hanya beberapa bulan, Vladislav kembali merebut takhta.

Namun pada tahun 1456, Vlad III kembali dengan pasukan dan dukungan dari Hungaria. Untuk kedua kalinya, ia berhasil merebut takhta dari Vladislav.

Legenda menuturkan bahwa Vlad III memenggal Vladislav di medan perang. Apakah perang berhenti sampai di sini? Justru kengerian terus berlanjut setelah ia berhasil duduk di takhta.

Beberapa sejarawan percaya kematian mengerikan keluarganya inilah yang mengubah Vlad III menjadi penguasa haus darah yang suka menusuk. Beberapa menyatakan Vlad muda menjadi sasaran pemukulan dan penyiksaan selama di penjara Ottoman. Sehingga ia meniru kebiasaan menusuk setelah bebas.

Vlad III adalah penguasa bengis yang selalu menusuk musuhnya. Apakah kisahnya yang haus darah menginspirasi novel 'Drakula' karya Bram Stoker? (Thinkstockphoto)

Vladislav II dianggap sebagai pemimpin yang baik sehingga Vlad III memiliki musuh yang bertentangan dengannya. Ini menyebabkan banyak pemberontakan di seluruh wilayah kekuasaannya.

Untuk menegaskan dominasinya atas rakyat, Vlad III memutuskan untuk mengadakan perjamuan dan mengundang para penentangannya.

Tidak butuh waktu lama sebelum perayaan berubah menjadi perjamuan berdarah. Tamu-tamu Vlad III yang berbeda pendapat ditikam sampai mati. Sejak peristiwa ini, reputasi bengisnya terus berkembang. Ia mempertahankan takhta dan menghancurkan musuh dengan cara yang sangat mengerikan.

Pemerintahan penuh teror Dracula

Karena caranya membunuh, ia mendapat julukan impaler atau penusuk. Tidak disangkal, Vlad the Impaler adalah penguasa brutal. Namun banyak orang Kristen Eropa yang mendukungnya dan berlindung dari serangan pasukan Muslim Utsmaniyah.  

Meski ia membawa stabilitas dan perlindungan di wilayah yang lemah, ia tampaknya sangat menikmati kebrutalannya itu.