Vlad the Impaler, Penguasa Bengis bak Drakula yang Haus Darah

By Sysilia Tanhati, Kamis, 24 Februari 2022 | 08:00 WIB
Kebengisannya seperti manusia yang haus darah mungkin menjadi inspirasi novel Dracula karya Bram Stoker. (Neuromagazine/Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Pada 1897, Bram Stoker menulis sebuah novel berjudul Dracula. Novel ini berkisah tentang seorang vampir bernama Count Dracula yang mengisap darah manusia. Ia memburu korban dan membunuhnya di tengah malam.

Count Dracula merupakan sosok ciptaan Stoker sendiri. Tapi banyak yang percaya tokoh dalam novel tersebut terinspirasi oleh Vlad the Impaler. Ia adalah penguasa bengis dari Wallachia (bagian dari Rumania saat ini) pada pertengahan tahun 1400-an.

Vlad III mendapatkan julukan yang menakutkan karena menusuk lebih dari 20.000 orang dan membunuh sebanyak 60.000 orang selama pemerintahannya. Sebagian bahkan percaya jika penguasa sadis ini memakan korbannya dan mencelupkan roti ke darah mereka.

Kisah penguasa berdarah ini jauh lebih menakutkan dari apa pun yang dapat dibayangkan oleh Stoker.

Kelahiran putra naga

Vlad the Impaler atau dikenal sebagai Vlad III lahir antara tahun 1428 dan 1431 selama masa kerusuhan di Wallachia.

Ibunya berasal dari keluarga kerajaan Moldavia dan ayahnya adalah Vlad II Dracul. Dracul berarti naga. Vlad muda memiliki dua saudara laki-laki, Mircea dan Radu.

Karena kedekatan Wallachia dengan faksi-faksi Muslim dan Kristen yang bertikai, wilayah ini menjadi tempat kekacauan yang konstan.

Pada 1442, Dracul dan kedua putranya disandera oleh Utsmaniyah. Utsmaniyah memberikan tawaran pada Dracul agar meninggalkan putranya.

Dracul, percaya itu adalah pilihan teraman untuk keluarganya, setuju. Untungnya bagi Vlad muda dan saudaranya, selama dalam penyanderaan, mereka menerima ilmu sains, filsafat, dan seni perang.

Pada saat yang sama, kudeta terjadi di Wallachia. Tahun 1447 seorang panglima perang menggulingkan Dracul. Vlad II dibunuh di rawa-rawa. Putra sulungnya di siksa dan dikubur hidup-hidup.

Tidak lama setelah kudeta, Vlad muda dibebaskan. Menggunakan nama Vlad Dracula, yang artinya putra naga, ia kembali ke Wallachia.

Vlad Dracula merebut kekuasaan

Pada 1448, Vlad Dracula kembali ke Wallachia untuk merebut kembali takhta dari Vladislav II, pria yang telah menggantikan ayahnya. Dia berhasil, tetapi setelah hanya beberapa bulan, Vladislav kembali merebut takhta.

Namun pada tahun 1456, Vlad III kembali dengan pasukan dan dukungan dari Hungaria. Untuk kedua kalinya, ia berhasil merebut takhta dari Vladislav.

Legenda menuturkan bahwa Vlad III memenggal Vladislav di medan perang. Apakah perang berhenti sampai di sini? Justru kengerian terus berlanjut setelah ia berhasil duduk di takhta.

Beberapa sejarawan percaya kematian mengerikan keluarganya inilah yang mengubah Vlad III menjadi penguasa haus darah yang suka menusuk. Beberapa menyatakan Vlad muda menjadi sasaran pemukulan dan penyiksaan selama di penjara Ottoman. Sehingga ia meniru kebiasaan menusuk setelah bebas.

Vlad III adalah penguasa bengis yang selalu menusuk musuhnya. Apakah kisahnya yang haus darah menginspirasi novel 'Drakula' karya Bram Stoker? (Thinkstockphoto)

Vladislav II dianggap sebagai pemimpin yang baik sehingga Vlad III memiliki musuh yang bertentangan dengannya. Ini menyebabkan banyak pemberontakan di seluruh wilayah kekuasaannya.

Untuk menegaskan dominasinya atas rakyat, Vlad III memutuskan untuk mengadakan perjamuan dan mengundang para penentangannya.

Tidak butuh waktu lama sebelum perayaan berubah menjadi perjamuan berdarah. Tamu-tamu Vlad III yang berbeda pendapat ditikam sampai mati. Sejak peristiwa ini, reputasi bengisnya terus berkembang. Ia mempertahankan takhta dan menghancurkan musuh dengan cara yang sangat mengerikan.

Pemerintahan penuh teror Dracula

Karena caranya membunuh, ia mendapat julukan impaler atau penusuk. Tidak disangkal, Vlad the Impaler adalah penguasa brutal. Namun banyak orang Kristen Eropa yang mendukungnya dan berlindung dari serangan pasukan Muslim Utsmaniyah.  

Meski ia membawa stabilitas dan perlindungan di wilayah yang lemah, ia tampaknya sangat menikmati kebrutalannya itu.

Setelah sukses melawan Turki Ottoman pada tahun 1462, Vlad III menulis: “Saya telah membunuh petani, pria dan wanita, tua dan muda, yang tinggal di Oblucitza dan Novoselo. Kami membunuh 23.884 orang Turki. Tidak terhitung mereka yang kami bakar di rumah atau orang Turki yang kepalanya dipenggal prajurit kami. Jadi, Anda harus tahu bahwa saya telah merusak perdamaian.”

Orang Turki memberinya julukan kaziklu bey, yang berarti "pangeran yang menusuk".

Penusukan tidak diragukan lagi merupakan metode pembunuhan pilihan Vlad the Impaler. Selama penusukan, tongkat kayu atau logam akan ditusukkan ke tubuh. Dimulai dari dubur atau vagina dan kemudian perlahan-lahan menembus tubuh sampai keluar dari mulut, bahu, atau leher korban.

Terkadang tiang dibuat tumpul sehingga menembus tubuh tanpa menusuk organ dalam, memperpanjang penyiksaan korban. Ini bisa memakan waktu berjam-jam atau bahkan berhari-hari bagi korban untuk akhirnya mati. Korban sering kali dipajang di depan umum untuk ditonton semua orang.

Pemerintahannya yang berdarah berakhir pada tahun 1462 ketika pasukan Hungaria membawanya sebagai tawanan. Ottoman telah meluncurkan kampanye untuk menggantikan Vlad dengan saudaranya yang lebih lembut, Radu. Untuk melawannya, Vlad pergi ke Hungaria untuk meminta dukungan. Tapi, karena tidak ingin mengambil risiko perang dengan Ottoman, orang Hungaria memenjarakan Vlad III.

Baca Juga: Temuan Kerangka Anak 'Vampir' dengan Sumpalan Batu di Mulutnya

Baca Juga: Empusa, Iblis Wanita Penghisap Darah Manusia dalam Mitologi Yunani

Baca Juga: Cerita di Balik Jiangshi, Mayat Hidup Melompat dari Tiongkok

Hampir tidak ada yang diketahui tentang pemenjaraan Vlad III. Namun pada 1476, ia dibebaskan dan menikah dengan Jusztina Szilágyi. Istrinya merupakan kerabat Raja Hungaria Matthias Corvinus. Sang Raja membuat perjanjian dengan Vlad III untuk mengembalikannya ke tahta setelah Radu disingkirkan. Namun, Vlad III tewas dalam pertempuran bersama Hungaria yang berperang dengan Ottoman di tahun yang sama.

Menurut legenda, ia mengalami nasib buruk yang sama dengan Vladislav II. Vlad the Impaler dipenggal dalam pertempuran dan kepalanya diarak kembali ke Konstantinopel. Kepalanya diserahkan ke tangan musuhnya, Sultan Mehmed II, untuk dipajang di atas gerbang kota. Jenazahnya tidak pernah ditemukan.

Apakah Vlad the Impaler benar-benar menginspirasi Bram Stoker?

Meskipun kekejaman Vlad the Impaler tidak diragukan lagi menakutkan, apakah ia menginspirasi novel Dracula?

Jawabannya mungkin terletak pada kisah berdarah tentang eksploitasi raja yang haus darah. Namun kisah tentang kesukaannya mencelupkan roti ke darah musuh tidak dapat dipastikan kebenarannya. Meski demikian, banyak cukup bukti ia melakukan kekejaman yang paling mengerikan di zamannya, bagaikan drakula yang haus darah.