Cara Baru untuk Melucuti Resistensi Antibiotik pada Bakteri Mematikan

By Wawan Setiawan, Minggu, 27 Februari 2022 | 14:00 WIB
Para ilmuwan telah menemukan cara baru untuk melawan bakteri yang kebal antibiotik dengan mencegah berkembangnya resistensi. (Depositphotos)

Nationalgeographic.co.id - Resistensi antibiotik adalah suatu kondisi di mana beberapa bakteri telah beradaptasi dengan obat-obatan antibiotik sehingga antibiotik tersebut tidak dapat membunuhnya. Dengan kata lain, bakteri ini telah berkembang menjadi bakteri yang kebal atau dikenal sebagai superbug.

Para ilmuwan berpikir mereka mungkin telah menemukan pendekatan baru untuk memerangi bakteri resisten antibiotik ini, yang mana jika berhasil, akan membantu mengatasi krisis kesehatan yang bertanggung jawab atas lebih banyak kematian setiap tahun daripada AIDS atau malaria.

Sebuah tim peneliti yang dipimpin oleh Despoina Mavridou dari The University of Texas di Austin menemukan cara baru untuk merusak resistensi antibiotik pada bakteri yang menyebabkan penyakit manusia, termasuk E. coli, K. pneumoniae dan P. aeruginosa, yang bertanggung jawab atas sebagian besar kerusakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi yang resisten. Tim membuat bakteri rentan lagi terhadap antibiotik dengan menghambat protein tertentu yang mendorong pembentukan kemampuan resistensi di dalam bakteri.

"Ini adalah cara berpikir yang benar-benar baru tentang menargetkan resistensi," kata Mavridou, asisten profesor biosains molekuler.

Baca Juga: Para Ahli Kembangkan Bakteri Ini untuk Mengubah Karbon Dioksida

Bakteri menjadi semakin kebal terhadap antibiotik yang ada, dan para peneliti telah berjuang untuk mengidentifikasi obat penangkal bakteri baru, membuat dunia rentan terhadap superbug yang mematikan. Sebuah studi bulan Januari di The Lancet oleh tim lain menemukan resistensi antimikroba menjadi penyebab langsung dari setidaknya 1,27 juta kematian secara global pada tahun 2019, menjadikan resistensi antibiotik sebagai salah satu penyebab utama kematian di dunia.

Bakteri resisten antibiotik memiliki sejumlah protein berbeda di gudang senjata mereka yang menetralkan antibiotik. Agar berfungsi dengan baik, protein resistensi ini harus dilipat menjadi bentuk yang tepat. Para peneliti menemukan bahwa protein lain, yang disebut DsbA, membantu melipat protein resistensi menjadi bentuk-bentuk itu.

Untuk studi bukti konsep mereka, yang baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal eLife pada 13 Januari 2022 berjudul "Breaking antimicrobial resistance by disrupting extracytoplasmic protein folding", Mavridou dan rekan-rekan ilmuwannya menghambat DsbA menggunakan bahan kimia yang tidak dapat digunakan secara langsung pada pasien manusia. Tim sekarang berencana untuk mengembangkan inhibitor yang dapat mencapai hasil yang sama dan digunakan dengan aman pada manusia.

Perbandingan strain resisten antibiotik K. pneumoniae yang diobati dengan antibiotik (imipenem) [kiri] dan K. pneumoniae yang diobati dengan antibiotik dan inhibitor DsbA [kanan]. (Nikol Kaderabkova)

"Pendekatan lain fokus pada penghambatan protein resistensi, tetapi tidak ada yang berpikir untuk mencoba dan mencegah pembentukannya sejak awal," tutur Mavridou.

Tujuan mereka adalah untuk menggabungkan inhibitor DsbA dengan antibiotik yang ada, mengembalikan kemampuan obat, dan membunuh bakteri. Karena menargetkan mesin yang membantu merakit protein resistensi antibiotik pada bakteri berbahaya, maka pendekatan ini akan membuat beberapa jenis protein penting untuk resistensi tidak efektif dengan mencegah kemampuannya untuk melipat atau membuat ikatan disulfida.

Baca Juga: Mengonsumsi Antibiotik Dapat Mengubah Flu Menjadi Penyakit Mematikan

"Karena penemuan antibiotik baru merupakan tantangan, sangat penting untuk mengembangkan cara agar dapat memperpanjang umur antimikroba yang ada," kata Christopher Furniss, salah satu penulis utama studi ini di Imperial College London, seperti yang dilaporkan Tech Explorist. “Temuan kami menunjukkan bahwa dengan menargetkan pembentukan ikatan disulfida dan pelipatan protein, adalah mungkin untuk membalikkan resistensi antibiotik di beberapa patogen utama dan mekanisme resistensi. Ini berarti bahwa pengembangan inhibitor DsbA yang berguna secara klinis di masa depan dapat menawarkan cara baru untuk mengobati resistensi infeksi menggunakan antibiotik yang tersedia saat ini."

DsbA sebagian besar merupakan protein pemeliharaan rumah pada bakteri yang meningkatkan stabilitas dan pelipatan protein. Sebelum penelitian ini, para ilmuwan sudah mengetahui bahwa DsbA juga terlibat dalam berbagai fungsi patogen, seperti membantu membangun racun yang menyerang sel inang, atau membantu perakitan sistem seperti jarum yang dapat mengirimkan racun ini ke dalam sel manusia dan menyebabkan penyakit. Namun Mavridou, yang mempelajari DsbA selama bertahun-tahun, menduga bahwa itu mungkin juga memainkan peran penting dalam melipat protein yang membantu bakteri melawan antibiotik. Dia mulai menyelidiki kemungkinan ini saat di Imperial College London, sebelum bergabung dengan fakultas UT Austin pada tahun 2020.

"Kami beralasan bahwa jika DsbA diperlukan untuk melipat protein resistensi, mencegahnya bekerja secara tidak langsung akan menghambat fungsinya," pungkas Nikol Kaderabkova, peneliti pascadoktoral di UT Austin dan penulis utama kedua studi tersebut. Dalam melanjutkan pekerjaan pada sistem ini, Kaderabkova mendorong upaya saat ini untuk menemukan inhibitor DsbA yang aman bagi manusia.