Ancaman Rusia atas Sanksi AS, Bagaimana Nasib Stasiun Luar Angkasa?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 1 Maret 2022 | 07:00 WIB
Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) adalah simbol persatuan di dunia pasca-Perang Dingin. Nasibnya persatuan ini terancam akibat invasi Rusia terhadap Ukraina. (Getty Image)

Nationalgeographic.co.id—Konflik politik antara Rusia dan Ukraina yang berujung serangan militer memunculkan tanda taya terkait masa depan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). ISS adalah simbol kerjasama international pasca-Perang Dingin, dimana astronot dan kosmonot bisa berdampingan di luar angkasa untuk bekerja menelisik alam semesta.

Platform penelitian antariksa itu merupakan wadah kolaborasi antara Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Jepang, dan Badan Antariksa Eropa (ESA). ISS juga dibagi menjadi bagian antara Segmen Orbital AS dan Segmen Orbital Rusia.

Dmitry Rogozin, kepala badan antariksa Rusia (Roscosmos) lewat utas Twitternya memberi ancaman setelah AS menjatuhkan sanksi pada Rusia. Tweet hari Jumat (25/02/2022) itu meperingatkan AS bahwa sanksi itu dapat "menghancurkan kerjasama kita," dan ISS bakal jatuh ke bumi tanpa bantuan negaranya.

Saat ini, ISS bergantung pada sistem propulsi Rusia untuk bisa mengorbit di atas 400 kilometer di atas permukaan laut. Sedangkan bagian AS bertanggung jawab untuk listrik dan sistem penyokong kehidupan.

"Jika Anda memblokir kerja sama dengan kami, siapa yang akan menyelamatkan ISS dari deorbiting yang tidak terkendali dan jatuh di wilayah AS atau Eropa?" tulis Rogozin.

"Jika Anda memblokir kerja sama dengan kami, siapa yang akan menyelamatkan ISS dari deorbit yang tidak terarah hingga berdampak pada wilayah AS atau Eropa?" tulis Rogozin. "Ada juga kemungkinan dampak dari konstruksi 500 ton di India atau Tiongkok."

Baca Juga: Astronaut ISS Lihat Oasis Kuno Berbentuk Love di Dekat Danau Qarun

Baca Juga: Akan Purnatugas, NASA Berencana Jatuhkan ISS di Point Nemo Tahun 2031

Baca Juga: Kargo Dragon Terbaru SpaceX Berlabuh di Stasiun Luar Angkasa

 

Mengutip AFP, para ahli memandang kecaman sepert itu retorika politik belaka yang dibesar-besarkan. Sebab, baik Rusia dan negara-negara yang terlibat di ISS sangat bergantung pada Rusia dan AS untuk keselamatan personel mereka.

"Tidak ada yang ingin menempatkan kehidupan astronot dan kosmonot dalam bahaya dengan manuver politik," kata John Logsdon, profesor dan peneliti luar angkasa di George Washington University.

"Itu adalah keputusan yang sangat sadar ketika Rusia dibawa ke dalam kemitraan stasiun pada tahun 1994 untuk membuat stasiun saling bergantung," tambahnya.

Rogozin juga menuduh AS selama ini membuat bahaya pada ISS karena sampah luar angkasa. Dia mengatakan, sampah luar angkasa itu berasal dari "pengusaha berbakat" Amerika Serikat yang tidak disebutkan namanya.

Namun, dia tidak menyinggung insiden November yang sangat berbahaya bagi dunia pengamatan antariksa. Senin, 15 November 2021, Rusia meluncurkan tes anti-satelitnya untuk menghancurkan satelit yang tidak digunakan. Uji coba itu dikritik banyak pengamat antariksa karena berisiko menimbulkan kerusakan pada ISS, dan keselamatan astronot dan kosmonotnya sendiri.

Rogozin juga berkomentar pedas dengan menyebut yang merencanakan sanksi mungkin "menderita penyaki Alzheimer", karena membuat keputusan tanpa menyadari roket Rusia adalah "yang paling dapat diandalkan di dunia ini". Apa yang dilakukan AS juga dituding sebagai usaha "memblokir akses kami hingga mikroelektronika yang diperkeras radiasi yang dirancnag untuk digunakan di luar angkasa."

Mengutip Space, Rogozin dikenal sebagai ancaman pada 2014 bagi komunitas pengamat antariksa. Saat itu, ketika Rusia memanas dengan Ukraina, dia pun menyarankan agar AS meninggalkan luar angkasa dengan caranya sendiri tanpa bantuan Rusia. Pada masa itu Rusia adalah satu-satunya penyedia perjalanan awak ke ISS, sementara NASA menghentikan armada pesawat ulang-alinya sejak 2011.

 

Baca Juga: Sejumlah Retakan Baru di Stasiun Luar Angkasa Membuat Ilmuwan Khawatir

Baca Juga: Aduh! Air Minum di Stasiun Luar Angkasa Internasional Tercemar Bakteri

Baca Juga: Stasiun Luar Angkasa Tiongkok Bersiap Untuk 1.000 Eksperimen Sains

Dia juga bukan yang pertama membicarakan tentang sanksi. Misalnya, sanksi yang diberikan AS tahun 2021 dengan menuduh serangan siber ketika pemilihan umum yang diduga dilakukan oleh Rusia untuk ikut campur. Akibat tuduhan ini, ia mengancam akan menarik Rusia dari ISS tahun 2025, kecuali sanksi dicabut.

Dalam waktu mendatang, semestinya, ISS memasuki masa operasi deorbit, yang berikutnya akan mengakhiri penugasannya pada 2031. ISS direncanakan akan dijatuhkan ke Point Nemo, tempat terpencil di Samudra Pasifik.

Rusia terlibat dalam skenario ini untuk menjadi penembang pendorong tiga pesawatnya untuk menjalankan operasi yang membutuhkan awak. Penggunaan ISS masih dipakai oleh NASA dan beberapa negara lainnya hingga 2030, tetapi belum ada komitmen yang jelas bagi Rusia hingga 2024.

Mengutip Science Alert, ilmuwan Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics Jonathan McDowell mencatat, AS telah mengembangkan kapasistas propulasi menggunakan kapal kargo Cygnus milik Northrop Grumman. Kapal kargo antariksa ini semestinya (jika tidak ada konflik ini) akan membantu Rusia untuk operasi deorbit ISS.

"Saya akan berpikir bahwa kecuali saat ini [kapal kargo Cygnus] diselesaikan dengan cepat, itu dapat mempengaruhi keinginan Rusia untuk tetap terlibat, atau keinginan AS untuk membuat mereka tetap terlibat" ujar Logsdon.