Baca Juga: Arkeolog Temukan Bra Berumur 600 Tahun, Ternyata Mirip Versi Modern
Baca Juga: Menilik Gaya Berbusana Jawa Kuno, Melalui Relief Karmawibhangga
Baca Juga: Johanna Bezoet de Bie, Kreol Belanda Kaya Yang Mencintai Busana Jawa
Evy Sofia, penulis novel dan pemilik Reina Store yang memasarkan kutang Suroso secara daring, menuturkan pengalamannya menjual busana dalam ini sejak 2020. Sebagai warga Surakarta, Jawa tengah, awalnya dia menganggap kutang semacam ini sungguh biasa, tidak ada keistimewaannya.
"Sebagai orang yang pernah tinggal di desa, pemandangan old lady alias simbah-simbah memakai kotang suroso dipadukan dengan jarik sungguh lazim terlihat," ungkap perempuan berkerudung ini di akun media sosialnya.
Keseharian perempuan Jawa lekat dengan kutang ini. Evy menuturkan, perempuan hanya mengenakan kutang dan kain bawahan saja ketika mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari—dari menyapu halaman, mencari kutu, menjemur karak, sampai momong cucu.
Namun, Evy begitu heran ketika hari ini masih banyak orang yang berminat pada kutang Suroso. Menurutnya, pembeli kutang Suroso mayoritas adalah "para perempuan modis yang fashionable". Kemudian dia melanjutkan, "Serius. Tidak ada bayangan mereka akan memakainya sambil menjemur gabah atau cethik geni di dapur."
Mengapa perempuan modern masih berminat mengenakan kutang awal abad ke-20?
"Jawabannya simpel," ungkap Evy. "Kearifan lokal yang dipadukan dengan kemampuan memasarkan insyaallah akan menghasilkan ledakan dahsyat. Mengubah mindset kotang suroso dari kekunoan menjadi kekinian itu tantangan besar."
Dalam sebuah unggahan iklan dagangannya di media sosial, Evy menyisipkan kata-kata yang menggelitik sekaligus provokatif: "Aku tanpamu bagai payudara tanpa kotang suroso. Terombang-ambing."
Artikel ini telah ditambahkan fakta baru dan disunting kembali pada 8 Juli 2022.