Serangga, Camilan Kaya Protein dari Zaman Purba Hingga Romawi Kuno

By Sysilia Tanhati, Senin, 7 Maret 2022 | 14:00 WIB
Serangga bisa menjadi sumber protein yang murah dan ramah lingkungan dibandingkan daging sapi. (LDGerald23/Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Saat mengunjungi Thailand atau Tiongkok, mungkin Anda akan menemukan kios-kios yang menjajakan serangga untuk dikonsumsi. Entah itu jangkrik, ulat, atau kalajengking yang sudah digoreng atau disajikan dalam bentuk lain.

Tenyata, serangga ini disajikan bukan untuk menguji nyali Anda. Sejak zaman dulu, nenek moyang kita sudah mengonsumsi serangga, bahkan ini berlanjut hingga zaman sekarang. Mulai dari Zaman Es hingga Romawi Kuno, konsumsi serangga ternyata lazim dilakukan.

Serangga ramah lingkungan dan kaya protein

Saat ini, 2 miliar orang dan 3000 kelompok etnis masih mengonsumsi 2.100 serangga. Meski demikian, konsumsi serangga menjadi hal yang tabu atau menjijikkan di dunia Barat.

Di Eropa, konsumsi serangga kembali muncul karena orang-orang mulai menyadari bahwa nilai gizinya. Konsumsi serangga juga dinilai lebih ramah lingkungan.

Bandingkan antara hamburger mengandung 18% protein dan 18% lemak sedangkan belalang yang dimasak mengandung 60% protein dan hanya 6% lemak.

Dibandingkan dengan ternak, serangga jauh lebih efisien dalam mengubah biomassa menjadi protein. Empat puluh lima kilogram pakan menghasilkan 4,5 kilogram daging sapi, tetapi jumlah pakan yang sama menghasilkan 20 kilogram jangkrik.

Kapan manusia mulai mengonsumsi serangga?

Sejak awal, konsumsi serangga memiliki tempat penting dalam kebiasaan makan manusia paling primitif.

Bukti arkeologis dari Jun Mitsuhashi menunjukkan bahwa fosil kotoran manusia purba mengandung semut, larva kumbang, kutu, caplak, dan tungau.

Serangga terus menjadi sumber makanan penting dua juta tahun kemudian bagi Australopithecus yang lebih maju. Tidak seperti generasi sebelumnya, mereka menggunakan alat tulang untuk menggali rayap. Penemuan ini dibuat oleh tim ilmuwan yang membuat alat tulang serupa dan menggunakannya dengan cara yang sama.

Selanjutnya, Homo erectus, yang muncul pada tahap evolusi 1,9 juta tahun yang lalu, lebih suka mencari makan serangga. Mereka membutuhkan protein untuk mendukung ukuran otak yang lebih besar.