Serangga, Camilan Kaya Protein dari Zaman Purba Hingga Romawi Kuno

By Sysilia Tanhati, Senin, 7 Maret 2022 | 14:00 WIB
Serangga bisa menjadi sumber protein yang murah dan ramah lingkungan dibandingkan daging sapi. (LDGerald23/Pixabay)

Namun dengan kedatangan Neanderthal 250.000 tahun yang lalu, seni memakan serangga mulai memudar. Neanderthal meninggalkan tanah air mereka di Afrika dan pindah ke Eropa yang membeku selama Zaman Es. Mereka lebih suka hidup dalam jumlah besar dan karena kondisi dingin, hampir tidak ada serangga untuk mencari makan. Beberapa serangga juga tidak terlalu besar ukurannya sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Akibatnya, tradisi makan serangga yang kuat tidak pernah berkembang di Eropa.

Namun tidak semua manusia purba memutuskan untuk pindah ke Eropa. Keberadaan jembatan es antara Siberia dan Amerika Utara berarti populasi besar menetap di daerah yang lebih tropis. Seperti Amerika Selatan, di mana konsumsi serangga terus dilakukan dan masih dapat ditemukan sampai sekarang.

Meskipun demikian, pertanian adalah metode produksi pangan yang lebih populer. Mengumpulkan serangga lebih sulit karena kecil dan sulit ditemukan. Juga, peningkatan populasi manusia purba harus ditopang dengan hasil pertanian yang besar. Ketersediaan serangga tidak dapat mencukupinya.

Karena perusakan tanaman oleh kawanan belalang dan hama lainnya, serangga menjadi musuh manusia. “Jadi untuk mendapatkan protein, manusia memanfaatkannya dari sumber lain, misalnya memelihara ayam,” ungkap Jake Leigh-Howarth dilansir dari laman Ancient Origin.

Meski menempati urutan yang berbeda, serangga masih digemari hingga saat ini.

Pesta makan serangga

Dalam masyarakat kuno di seluruh dunia seperti Tiongkok kuno, Yunani, dan Roma, mengonsumsi serangga adalah kebiasaan umum.

Menurut sebuah studi oleh Yi, He, Wang, dan Kuang, pemakan serangga dapat ditemukan di Tiongkok sejak 3200 tahun yang lalu.

Bukti tertulis paling awal tentang pemakan serangga dapat ditemukan di Timur Dekat dan Tiongkok dari milenium kedua dan pertama. Dalam buku masak Dinasti Tang menguraikan penggunaan larva dan kepompong tawon dalam masakan.

Setelah berlalunya Zaman Es, penyebutan pertama entomofagi di Eropa adalah pada 350 SM. Aristoteles, filsuf abad ke-4 SM, mungkin paling dikenal karena tulisannya yang luas tentang etika, metafisika, dan politik. Ia juga seseorang yang rajin memakan serangga, menyusun beragam resep dan pemikiran serangga dalam bukunya Historia Animalum.

   

Baca Juga: Gawat! Kupu-kupu dan Lebah Kesulitan Menemukan Bunga Akibat Polusi