Gagal Lintasi Antarktika, Kisah Penyelamatan Shackleton Terus Diingat

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 12 Maret 2022 | 08:00 WIB
Kisah Endurance menjadi begitu terkenal. Ini membuat penderitaan dari Ross Sea Party dan fakta bahwa Shackleton tidak mencapai tujuan sebenarnya hampir dilupakan. (Ernest Henry Shackleton)

Nationalgeographic.co.id - Ekspedisi Endurance adalah misi Inggris untuk menyeberangi Antarktika dengan berjalan kaki pada tahun 1914-1917. Dimulai pada Agustus 1914, ekspedisi ini menjadi salah satu kisah bertahan hidup paling terkenal sepanjang masa. Kapal ekspedisi, Endurance, terdampar dan kemudian tenggelam selama perjalanan ke Antarktika.

Awak Endurance terdampar di Pulau Gajah yang terpencil. Mereka berhasil diselamatkan empat bulan kemudian, pada Agustus 1916, setelah pemimpin ekspedisi Sir Ernest Shackleton pergi mencari bantuan.

Kemampuan bertahan hidup di tengah lingkungan ekstrem membuat Shackleton dan krunya terkenal di seluruh dunia. Meskipun tujuannya untuk menyeberangi Antarktika dengan berjalan kaki tidak pernah tercapai.

Lokasi tenggelamnya kapal Endurance sempat hilang selama 107 tahun hingga ditemukan kembali pada 5 Maret 2022.

Ekspedisi Endurance

Secara resmi dikenal sebagai Ekspedisi Imperial Trans-Antarktika, Ekspedisi Endurance ke Antarktika dimulai pada Agustus 1914. Para kru berlayar ke Laut Weddell melalui Georgia Selatan.

Ekspedisinya terdiri dari dua kapal. Satu akan menurunkan depot pasokan untuk kru dan yang lain dari sisi lain benua.

“Shackleton berharap untuk menyeberangi Antarktika dan membuat dirinya terkenal karena penjelajahan itu,” ungkap penulis biografi Shackleton, Sir Ranulph Fiennes.

Di sisi lain benua, kru kedua, yang disebut Ross Sea Party, berencana untuk menurunkan pasokan depot dari kapal mereka Aurora. Dengan awak 28 (termasuk Shackleton), Endurance memasuki Laut Weddell tetapi terperangkap dalam es selama Desember 1914. Terjebak dengan cepat di dalam es, awak tidak dapat membebaskan Endurance. Kapal itu hanyut hingga sekitar 48km pada Januari 1915, sebelum melintas ke utara.

Endurance perlahan-lahan dihancurkan oleh es yang bergerak, Shackleton memerintahkan kru untuk meninggalkan kapal pada 27 Oktober 1915. Kapal tenggelam tak lama kemudian dan kru berhasil melarikan diri dengan tiga sekoci dan persediaan terbatas. Di sinilah perjuangan bertahan hidup dimulai. Shackleton memimpin anak buahnya melewati lapisan es yang menyusut selama berbulan-bulan. Mereka berusaha mencapai daratan.

Baca Juga: Bangkai-Bangkai Kapal Kepulauan Seribu, Dunia Lain yang Masyhur

 Baca Juga: Uluburun, Kapal Karam yang Membawa 20 Ton Barang-Barang Mewah Kuno

 Baca Juga: Nasib Kapal-Kapal Kuno yang Tenggelam di Jalur Rempah Nusantara

Misi penyelamatan Shackleton

Pada 9 April 1916, kru Ekspedisi Endurance meninggalkan gumpalan es yang terapung di sekoci. Mereka mencapai Pulau Gajah yang tidak berpenghuni dan terpencil pada 14 April.

Sepuluh hari kemudian, Shackleton dan lima awaknya berangkat mencari bantuan menggunakan sekoci sepanjang 6,9 meter.

Sisa awak yang masih berada di Pulau Gajah menggunakan sekoci yang ditelungkupkan untuk melindungi diri dari cuaca ekstrem.

Shackleton dan kru kecilnya berlayar lebih dari 1.300 km melintasi Samudra Selatan ke sekelompok pemburu paus di Georgia Selatan. Misi penyelamatan yang berani kemudian dikenal sebagai pelayaran Caird.

"Itu adalah penderitaan yang paling menakjubkan dalam waktu yang lama. Ada penolakan terus-menerus. Selalu basah dan dingin benar-benar melemahkan kru," kata Fiennes. Ketahanan mental mereka patut diacungi jempol.

Shackleton dan anak buahnya harus menghadapi lautan yang ganas, angin dan penumpukan es di lambung berpotensi membalikkan kapal mereka. Ia kemudian menceritakan bahwa gelombang mencapai ketinggian lebih dari 30 meter dan bergerak dengan kecepatan 80kmpj.

Pada tanggal 5 Mei 1916, kapal itu bahkan dihantam gelombang pasang yang awalnya dikira Shackleton sebagai langit. Dia kemudian menulis: "Saya belum pernah melihat ombak yang begitu besar."

Setelah 17 hari di laut, Shackleton mendarat di pantai selatan Georgia Selatan—seberang pulau dari tujuan mereka. Setelah pulih dari perjalanan, Ia dan dua awaknya berjalan kaki selama 36 jam melintasi pulau. Mereka mencapai stasiun Stromness pada 20 Mei. Shackleton selanjutnya mengatur kapal penyelamat untuk mengumpulkan 22 awak yang tersisa di Pulau Gajah.

Setelah beberapa upaya penyelamatan yang gagal, Shackleton dipinjamkan kapal tunda bernama Yelcho oleh pemerintah Cili. Ia akhirnya mencapai Pulau Gajah pada 30 Agustus 1916. Sinyal asap dikirim dari pantai ketika Shackleton mendekati pantai dengan perahu kecil.

Sosok-sosok muncul dari sekoci yang terbalik dan ketika dia berada dalam jarak pendengaran, Shackleton berseru: "Apakah kalian baik-baik saja?"

"Semua baik!" balas mereka. Semua pria di pulau itu selamat. "Ini adalah kisah bertahan hidup yang benar-benar luar biasa," kata Fiennes.

Nasib kru kedua

Kisah kru Endurance adalah contoh terbaik untuk bertahan hidup melawan rintangan. Namun, Ross Sea Party yang terabaikan menjadi terdampar di Antarktika hingga Januari 1917.

"Shackleton secara kriminal lalai dalam perencanaannya untuk pihak lain," kata Fiennes. Tiga orang di kelompok itu tewas dan tentu saja tidak mengetahui bahwa Endurance tenggelam. Ketiga orang itu mati dengan mengenaskan tanpa hasil.

Kisah Endurance menjadi begitu terkenal. Ini membuat penderitaan dari Ross Sea Party dan fakta bahwa Shackleton tidak mencapai tujuan sebenarnya hampir dilupakan.