Cerita Anton Stolwijk Membuka Potret Sejarah Perang Aceh-Belanda

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Minggu, 13 Maret 2022 | 13:00 WIB
Anton Stolwijk, jurnalis yang menulis buku 'Aceh: Kisah datang dan terusirnya Belanda dan jejak yang ditinggalkan' yang bermula dari kunjungan awalnya ke Aceh. (Pustaka Obor Indonesia)

Nationalgeographic.co.id - Anton Stolwijk bukanlah sejarawan, melainkan jurnalis Belanda yang menggeluti dunia sejarah. Dia datang ke Aceh sekitar 10 tahun lalu untuk mendatangi temannya seorang antropolog yang meneliti dampak tsunami Aceh, yang kini menjadi istrinya.

Ketika tiba di bandara dan dijemput oleh taksi, alangkah terkejut ia ketika supir taksi mampu menceritakan masa kolonial Belanda setelah mengetahui Anton adalah orang Belanda.

"Dia langsung menceritakan Teuku Umar, militer Belanda di Aceh, tentu juga berbagai hal sebelumnya saya tidak pernah dengar," kenang Anton dalam forum diskusi dan peluncuran buku karyanya, Aceh: Kisah datang dan terusirnya Belanda dan jejak yang ditinggalkan yang diadakan Pustaka Obor Indonesia, Jumat (11/03/2022).

Baca Juga: Sepiring Mi Aceh: Teladan Cerita Kota Rempah dalam Kesejatian Rasa

Baca Juga: Kisah Perempuan: Menelisik Ketangguhan Perempuan Aceh di Masa Lalu

"Dan di minggu-minggu sesudahnya, situasi seperti itu seperti sering terulang di warung kopi, tukang pangkas rambut, tukang pisang goreng. Sepertinya semua orang Aceh yang saya temui selalu punya cerita tentang perang dengan Belanda."

Fenomena ini membingungkannya karena cerita sejarah ini diketahui publik Aceh. Sementara di Belanda pemahaman Anton hanya berasal dari buku semasa SMA yang menyebut perang Aceh dengan Belanda hanya dalam satu kalimat saja. Isinya hanya informasi bahwa ada pemberontakan di Aceh pada abad ke-19 yang ditumpas dengan kekerasan oleh Jenderal J.B van Heutsz (1851-1924).

"Semuanya [di Aceh] tahu tentang perang, sementara di Belanda sama sekali tidak ada kepedulian. Waktu itu saya pikir orang Belanda harus tahu sejarah ini," lanjutnya.

Ilustrasi pertempuran Aceh yang terjadi sekitar tahun 1873. (Edouard Vermorcken/Wikimedia Commons)

"Saya punya pertanyaan: apa persisnya yang dilakukan oleh Belanda di Aceh, bagaimana itu diserap oleh masyarakat Aceh hingga sekarang, apakah mungkin bisa saya buat koneksi bahan-bahan kembali sumber historis belanda yang sebagian besar berlapis debu dalam tumpukan arsip itu dengan aktualitas Aceh pada masa ini."

Lewat karya pengetahuan sejarah inilah Anton mengumpulkan fakta-fakta sejarah Aceh dan Belanda. Dia bahkan berharap lewat bukunya agar barang-barang rampasan Belanda bisa dikembalikan ke Aceh.

Baca Juga: Menyingkap Kisah Letnan Belanda Melihat Hantu Saat Peperangan Aceh