Cerita oleh Syafrizaldi
Nationalgeographic.co.id—Aroma bumbu yang tajam membuat jakun saya naik turun. Aroma menusuk hidung itu telah memenjara indera penciuman. Sementara, mata saya melotot memandang sepiring mi, lengkap dengan kepiting matang yang seolah tengah berenang-renang di dalam kuah merah kecokelatan. Capit sang kepiting bagaikan melambai agar segera disantap, disekitarnya mi bewarna kuning pucat sedang menari-nari.
Pada akhirnya, saya menyerah. Seujung sendok kuah mi merayap di lidah. Rasanya agak pedas, tapi asin dan asamnya menggigit. Kuah itu berbalur dengan rasa rempah yang kentara.Tak lengkap bersantap mi aceh tanpa acar bawang merah. Dalam piring terpisah, acar begitu menggoda dengan warna bawang yang masih segar.
Saya mencoba meneteskan seulas jeruk nipis, kini rasa asamnya semakin kuat. Nikmatnya di dalam mulut semakin sempurna saat mi berbaur dengan daging kepiting.
Baca Juga: Pocut Meurah Intan, Perempuan Tangguh Aceh yang Diasingkan ke Blora
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR