Nationalgeographic.co.id—Prambanan terlihat megah sebagai bangunan-bangunan kuno yang berdiri kokoh di sepanjang jalan Yogyakarta. Bangunan kokoh itu sempat menghilang setelah kejatuhan Mataram Kuno sebelum akhirnya terbit kembali.
Catatan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta, menyebutkan pada tahun 1733, seorang pegawai VOC bernama C. A. Lons, mengadakan kunjungan lawatan di berbagai tempat di Surakarta dan Yogyakarta.
Sebuah buku catatan yang duterbitkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta, berjudul Membangun Kembali Prambanan, diterbitkan pada 2009, mengisahkan tentang kemunculan kembali Prambanan setelah pemindahan kekuasaan Mataram ke Jawa Timur.
"Ia mengunjungi sejumlah peninggalan-peninggalan bangunan di kraton Kartasura, Kota Gede, termasuk pula reruntuhan candi di sekitar Prambanan," demikian menurut lembaga itu.
C. A. Lons mencatat perjalanannya ke kawasan perkomplekan Candi Prambanan dengan baik, menyebutkan adanya bukit-bukit dimana bebatuan menyebul di puncaknya. Meskipun diragukan apakah dalam deskripsinya tersebut ia bercerita mengenai Candi Prambanan ataukah Candi Sewu.
"Sampai dengan sekitar awal abad ke-19, setidaknya tercatat sejumlah antiquarian Belanda membuat catatan deskriptif berupa gambar dan peta di sekitar Candi Prambanan," tulis lembaga itu.
Cornelius di tahun 1805, diduga telah membuat lukisan candi-candi kuno di Kalasan, Sari dan Sewu, namun tidak ada catatan lain yang lebih jelas mengungkap tentang Prambanan.
"Pada 3 Agustus 1812, Raffles yang ketika itu berada di kediaman John Crafwurd yang merupakan Residen Yogyakarta, menceritakan minatnya pada candi-candi kuno di Jawa dan berniat untuk menelitinya. Salah satu candi yang pernah dia lihat adalah Prambanan," tulis Raffles dalam bukunya berjudul The History of Java yang terbit pada 1817.
Kala itu, Raffles bertemu dengan Tan Jin Sing, seorang Kapiten dari Cina di Yogyakarta yang juga telah banyak mengenal bangunan-bangunan kuno di sana. Tan Jin Sing menanggapi cerita Raffles dan mengatakan bahwa di sebuah desa di Yogyakarta terdapat sebuah candi besar.
"Cerita itu diperoleh Tan Jin Sing dari salah seorang mandornya yang pernah melihat candi besar itu ketika sang mandor masih kecil," catat mereka.
Raffles akhirnya tertarik dan meminta Tan Jin Sing pergi ke sana untuk membuktikan hal tersebut. Tan Jin Sing pergi berkuda bersama mandor yang ia ceritakan kepada Raffles, Rachmat.
Selain itu juga, Sir Stamford Raffles memerintahkan C. Mackenzie dan G. Baker untuk melakukan survei dan deskripsi atas kekunaan di Candi Prambanan antara tahun 1812-1816.
Hasil laporan dari Mackenzie dan Baker pada akhirnya dijadikan sebuah rujukan, yang di kemudian hari ditindaklanjuti oleh Crawfurd sebagai perintis penelitian arkeologis Candi Prambanan.
Di tahun 1885, untuk pertama kalinya ljzerman melakukan pembersihan dengan menebang semak belukar dan pepohonan yang menutupi reruntuhan serta membersihkan bilik-bilik candi dari reruntuhan.
Baca Juga: Catatan Ursula Suzanna tentang Candi Sewu Pascakecamuk Perang Jawa
Baca Juga: Bagaimana Suasana Tumbuhan Zaman Kerajaan? Relief Candi Merekamnya
Baca Juga: Borobudur, Jejak Persaudaraan Lintas Bangsa dalam Ekspresi Bermusik
Selanjutnya, pada 1889, Groneman juga melakukan pembersihan terhadap reruntuhan, namun sayangnya, pembersihan tersebut justru membuat kondisi candi semakin memburuk.
Tatkala membersihkan reruntuhan, Groneman tidak melakukannya secara sistematis, ia hanya menata potongan batu yang memiliki bentuk sama dan membuang batu-batu yang sekiranya 'tidak' penting ke sungai Opak.
Kembali dikenalnya Candi Prambanan setelah sekian lama tertutup pepohonan dan tanah seakan terbitnya peradaban Jawa Kuna yang telah lama menghilang. Selama kurun waktu 1920-an, ketika Candi Prambanan belum direncanakan untuk dipugar, tercatat sejumlah biro perjalanan wisata telah menawarkan candi ini sebagai tujuan kunjungan wisatawan Eropa.
Geliat pariwisata yang dicanangkan pemerintah Hindia-Belanda, lantas memulai industri pariwisata Candi Prambanan yang terus bertahan hingga hari ini.