Apakah Kaisar Romawi Julius Caesar Hancurkan Perpustakaan Aleksandria?

By Sysilia Tanhati, Jumat, 18 Maret 2022 | 09:00 WIB
Alih-alih hancur dalam sekejap, sejarawan percaya perpustakaan ini mengalami penurunan secara perlahan. (Wikimedia)

Nationalgeographic.co.id—Perpustakaan Aleksandria merupakan salah satu gudang pengetahuan terpenting di dunia kuno. Dibangun pada abad ke-4 SM, berkembang selama sekitar enam abad. Perpustakaan Aleksandria menjadi pusat budaya dan intelektual dunia Helenistik kuno. Konon tempat ini memiliki setengah juta gulungan papirus — koleksi manuskrip terbesar di dunia kuno.

Karya Plato, Aristoteles, Homer, dan Herodotus dapat ditemukan di sini. “Beberapa pemikir paling cemerlang pada masa itu bekerja, belajar, dan mengajar d iperpustakaan,” ungkap Tom Garlinghouse dilansir dari Live Science.

Namun sayangnya, pamornya mulai menurun di abad ke-5 M. Dengan banyak koleksinya yang dicuri, dihancurkan, atau dibiarkan begitu saja, perpustakaan tidak lagi memiliki pengaruh seperti dulu.

Mengapa gudang pengetahuan yang penting ini hancur? Apakah Julius Caesar penyebab kehancuran Perpustakaan Aleksandria?

Perpustakaan usia dan asal-usul Aleksandria

Alexander Agung mendirikan kota Aleksandria, Mesir, di ujung barat laut delta Nil sekitar 331 SM. "Perpustakaan mungkin dibuat segera setelah berdirinya Aleksandria sekitar 331 SM," kata Willeke Wendrich, seorang profesor arkeologi Mesir di University of California, Los Angeles. Tetapi tidak jelas apakah perpustakaan itu didirikan oleh Alexander, Ptolemy I atau Ptolemy II.

Sebuah legenda menyatakan bahwa Demetrius dari Phalerum, mengusulkan membangun sebuah bangunan untuk menampung semua manuskrip yang dikenal di dunia. Rancangan besar Demetrius adalah untuk mendirikan sebuah tempat belajar yang akan menyaingi Lyceum Aristoteles yang terkenal. Itu adalah sebuah sekolah dan perpustakaan di dekat Athena. Rencana itu disetujui oleh Ptolemy I. “Pembangunan pun dilakukan di sekitar istana,” tambah Garlinghouse.

Perpustakaan arsitektur Aleksandria

Perpustakaan terus diperluas, baik dari sisi ukuran maupun ruang lingkupnya. Ptolemy memanfaatkannya sebagai pusat pembelajaran dan budaya di dalam kota. Subsidi kerajaan yang murah hati menyebabkan terciptanya kompleks bangunan di sekitar Museion, demikian perpustakaan itu diberi nama.

Tempat ini memiliki ruang kuliah, laboratorium, ruang pertemuan, taman, tempat makan bersama dan bahkan kebun binatang, menurut sejarawan kuno Diodorus Siculus. Ada juga sekolah kedokteran di mana murid-muridnya mempraktikkan pembedahan mayat manusia.

"Museion bukanlah museum dalam pengertian modern, tetapi lebih seperti universitas," kata Wendrich. "Di sini, karya sastra dibacakan dan teori dibahas."

Arsip perpustakaan, tempat manuskrip disimpan, mungkin merupakan bangunan terpisah dari Museion, meskipun tidak sepenuhnya jelas.