Gula: dari Suguhan Manis sampai Industri Kolonial Belanda di Jawa

By Galih Pranata, Minggu, 27 Maret 2022 | 08:00 WIB
Seorang peneliti, dr. Posthumus berpose bersama tebu berumur satu tahun di ladang uji Kebun Percobaan Industri Gula Jawa di Pasuruan, 1927. (KITLV)

 Baca Juga: Manisnya Pabrik Gula Era Hindia Belanda yang Kini Masih Terasa

 Baca Juga: Kisah Perbudakan Rasis di Perkebunan Medan Pada Era Penjajahan Belanda

Orang Jawa diharuskan menanam tebu untuk mereka, mengirimkannya ke pabrik, dan kemudian bekerja di pabrik-pabrik Belanda di Jawa. Terdapat 94 pabrik gula Belanda bertenaga air, yang mengolah tebu mentah menjadi gula rafinasi.

Pada tahun 1850-an, Belanda mengumpulkan informasi rinci tentang lebih dari 10.000 desa dan membuat rencana di mana daerah tangkapan air diidentifikasi dengan radius sekitar 4-7 kilometer di sekitar setiap pabrik.

Pabrik Gula Tasikmadu, proyek industri gula Mangkunegara IV di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. (Wikimedia Commons)

"Selama sistem tersebut, jutaan orang Jawa bekerja di pengolahan dan pengangkutan gula—baik melalui kerja paksa maupun kerja bebas,"terusnya.

Sistem ini menjadi begitu masif, sehingga pada pertengahan abad ke-19, produksi gula di Jawa menyumbang sepertiga dari pendapatan pemerintah Belanda dan 4 persen dari PDB Belanda.

"Jawa menjadi salah satu koloni yang paling menguntungkan secara finansial di dunia," ungkapnya.

Pada tahun 1870, sebuah Undang-Undang Agraria disahkan di Belanda yang menghapus kerja paksa dan mengizinkan perusahaan swasta untuk menyewa tanah di daerah yang jarang penduduknya.

Hal ini menyebabkan investasi yang meluas di perkebunan yang lebih besar dan ekspansi besar-besaran ke Jawa bagian barat dan Sumatra.

Kelompok tenaga kerja bergeser dari unit keluarga paksa menjadi pelayan kontrak, kebanyakan petani buta huruf dari Jawa dan Singapura.