Nationalgeographic.co.id—Bermula dari awal yang sederhana, gula sebagai suguhan manis yang ditanam di kebun, budi daya tebu menjadi pembangkit tenaga ekonomi dunia kemudian.
Karena besarnya permintaan gula yang meningkat mendorong kolonisasi Dunia Baru oleh dominasi bangsa Eropa, membawa perbudakan ke garis depan, dan mendorong revolusi serta sejumlah perang yang brutal.
Pusat geografis budidaya tebu bergeser secara bertahap di seluruh dunia selama rentang waktu 3.000 tahun.
"Perjalanan tebu berlangsung dari India ke Persia, sepanjang Mediterania ke pulau-pulau dekat pantai Afrika dan kemudian Amerika, sebelum bergeser kembali ke seluruh dunia dan sampai ke Indonesia," tulis James Hancock.
Hancock menulis kepada World History dalam artikelnya yang berjudul "Sugar & the Rise of the Plantation System", dipublikasikan pada 18 Juni 2021.
Jenis pertanian yang sama sekali baru diciptakan untuk menghasilkan gula yang disebut Sistem Perkebunan—dalam istilah orang-orang Belanda di Indonesia adalah Onderneming.
Sebelum sampai ke Indonesia, untuk memaksimalkan produktivitas dan keuntungan dari perkebunan tebu, budak atau kuli kontrak diimpor untuk memelihara dan memanen tanaman ini yang menandai dimulainya era perbudakan.
Tidak ada catatan arkeologi kapan dan di mana manusia pertama kali mulai menanam tebu sebagai tanaman, tetapi kemungkinan besar itu terjadi sekitar 10.000 tahun yang lalu di tempat yang sekarang disebut Nugini.
Spesies yang didomestikasi adalah Saccharum robustum atau tebu kuat yang ditemukan ditanam secara padat di sepanjang aliran sungai.
"Tebu selama ribuan tahun hanya dikunyah sebagai makanan manis, dan baru sekitar 3.000 tahun yang lalu orang-orang di India pertama kali mulai memeras tebu dan memproduksi gula," sebut Gopal dalam tulisan Hancock.
"Barulah pada pertengahan 1800-an, Belanda mulai membangun industri gula besar di Jawa dengan mengeksploitasi penduduk asli di sana," lanjut Hancock.
Baca Juga: Sekelumit Sejarah Dinamika Pabrik Gula Tasikmadu dari Masa ke Masa
Baca Juga: Manisnya Pabrik Gula Era Hindia Belanda yang Kini Masih Terasa
Baca Juga: Kisah Perbudakan Rasis di Perkebunan Medan Pada Era Penjajahan Belanda
Orang Jawa diharuskan menanam tebu untuk mereka, mengirimkannya ke pabrik, dan kemudian bekerja di pabrik-pabrik Belanda di Jawa. Terdapat 94 pabrik gula Belanda bertenaga air, yang mengolah tebu mentah menjadi gula rafinasi.
Pada tahun 1850-an, Belanda mengumpulkan informasi rinci tentang lebih dari 10.000 desa dan membuat rencana di mana daerah tangkapan air diidentifikasi dengan radius sekitar 4-7 kilometer di sekitar setiap pabrik.
"Selama sistem tersebut, jutaan orang Jawa bekerja di pengolahan dan pengangkutan gula—baik melalui kerja paksa maupun kerja bebas,"terusnya.
Sistem ini menjadi begitu masif, sehingga pada pertengahan abad ke-19, produksi gula di Jawa menyumbang sepertiga dari pendapatan pemerintah Belanda dan 4 persen dari PDB Belanda.
"Jawa menjadi salah satu koloni yang paling menguntungkan secara finansial di dunia," ungkapnya.
Pada tahun 1870, sebuah Undang-Undang Agraria disahkan di Belanda yang menghapus kerja paksa dan mengizinkan perusahaan swasta untuk menyewa tanah di daerah yang jarang penduduknya.
Hal ini menyebabkan investasi yang meluas di perkebunan yang lebih besar dan ekspansi besar-besaran ke Jawa bagian barat dan Sumatra.
Kelompok tenaga kerja bergeser dari unit keluarga paksa menjadi pelayan kontrak, kebanyakan petani buta huruf dari Jawa dan Singapura.