Nationalgeographic.co.id—Rempah menjadi komoditas baru yang muncul di pasar dunia dengan permintaan tak terhingga, membuat bangsa Eropa berlomba untuk menemukan jejaknya hingga ke Nusantara.
Selama lebih dari seribu tahun, masuknya cengkeh, pala, dan fuli ke dalam perdagangan dunia bergantung pada pelaut Indonesia, yang membawanya ke Semenanjung Malaya, Jawa, dan Sumatra, di mana pelaut India dan Arab mengaksesnya dan mendistribusikannya ke seluruh penjuru dunia dari Samudera Hindia.
"Cengkih, pala, dan fuli adalah tanaman asli yang muncul di beberapa pulau kecil di tengah negara kepulauan Indonesia yang luas," tulis James Hancock.
Hancock menulisnya kepada World History tentang minat Eropa terhadap rempah. Ia menulisnya dalam artikel berjudul European Discovery & Conquest of the Spice Islands yang dipublikasi pada 8 November 2021.
Ya, cengkeh muncul di kepulauan Maluku, sekitar 1250 km (778 mil) di barat New Guinea. Begitu juga dengan buah pala di Banda yang berjarak sekitar 2.000 km (1.243 mi) timur dari Jawa.
"Terlepas dari popularitas mereka (rempah) dalam masakan Eropa, asal mula rempah-rempah tidak diketahui orang Eropa sampai awal abad ke-16," jelasnya.
Orang-orang Arab yang giat merahasiakan lokasi Kepulauan Rempah-rempah dari orang Eropa selama berabad-abad, dengan menjaga harganya tetap tinggi.
Orang-orang Arab juga membawa rempah-rempah melalui Laut Merah ke Alexandria atau melalui Teluk Persia ke pelabuhan-pelabuhan Levantine, dari mana para pedagang Venesia membawa mereka ke Eropa.
Baru pada awal tahun 1500-an orang Eropa mengetahui dari mana rempah-rempah itu berasal, tidak lama setelah Vasco da Gama menemukan rute mengelilingi Afrika ke India dan Asia Tenggara.
"Rahasia tersebut akhirnya terbongkar oleh Portugis pada tahun 1512, segera setelah mereka menemukan jalur menuju Samudera Hindia," sebutnya.
Setelah mengalahkan ancaman dari Spanyol dengan kesepakatan Zaragoza, Kekaisaran Portugis mengambil alih sebagian besar perdagangan rempah-rempah dan memegang kekuasaan selama hampir satu abad.