Histori Eropa dalam Perburuan Rempah yang Mendorong Neo-Imperialisme

By Galih Pranata, Selasa, 29 Maret 2022 | 13:00 WIB
Lukisan suasana para orang-orang Portugis di Pulau Banda. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Rempah menjadi komoditas baru yang muncul di pasar dunia dengan permintaan tak terhingga, membuat bangsa Eropa berlomba untuk menemukan jejaknya hingga ke Nusantara.

Selama lebih dari seribu tahun, masuknya cengkeh, pala, dan fuli ke dalam perdagangan dunia bergantung pada pelaut Indonesia, yang membawanya ke Semenanjung Malaya, Jawa, dan Sumatra, di mana pelaut India dan Arab mengaksesnya dan mendistribusikannya ke seluruh penjuru dunia dari Samudera Hindia.

"Cengkih, pala, dan fuli adalah tanaman asli yang muncul di beberapa pulau kecil di tengah negara kepulauan Indonesia yang luas," tulis James Hancock.

Hancock menulisnya kepada World History tentang minat Eropa terhadap rempah. Ia menulisnya dalam artikel berjudul European Discovery & Conquest of the Spice Islands yang dipublikasi pada 8 November 2021.

Ya, cengkeh muncul di kepulauan Maluku, sekitar 1250 km (778 mil) di barat New Guinea. Begitu juga dengan buah pala di Banda yang berjarak sekitar 2.000 km (1.243 mi) timur dari Jawa.

"Terlepas dari popularitas mereka (rempah) dalam masakan Eropa, asal mula rempah-rempah tidak diketahui orang Eropa sampai awal abad ke-16," jelasnya.

Orang-orang Arab yang giat merahasiakan lokasi Kepulauan Rempah-rempah dari orang Eropa selama berabad-abad, dengan menjaga harganya tetap tinggi.

Suasana pasar yang menggambarkan penduduk multikultural di Bata­via. Tampak Kastel Batavia yang dibangun VOC pada 1619 di tepi timur Muara Sungai Ciliwung, kini Kalibesar. Lukisan media kanvas karya Andries Beeckman, 1657. (Rijksmuseum, Amsterdam, Belanda)

Orang-orang Arab juga membawa rempah-rempah melalui Laut Merah ke Alexandria atau melalui Teluk Persia ke pelabuhan-pelabuhan Levantine, dari mana para pedagang Venesia membawa mereka ke Eropa.

Baru pada awal tahun 1500-an orang Eropa mengetahui dari mana rempah-rempah itu berasal, tidak lama setelah Vasco da Gama menemukan rute mengelilingi Afrika ke India dan Asia Tenggara.

"Rahasia tersebut akhirnya terbongkar oleh Portugis pada tahun 1512, segera setelah mereka menemukan jalur menuju Samudera Hindia," sebutnya.

Setelah mengalahkan ancaman dari Spanyol dengan kesepakatan Zaragoza, Kekaisaran Portugis mengambil alih sebagian besar perdagangan rempah-rempah dan memegang kekuasaan selama hampir satu abad.

  

Baca Juga: Rempah Termahal di Dunia, Saffron Pertama Didomestikasi di Yunani Kuno

Baca Juga: Asal Usul Rempah Termahal, Safron, Terungkap Lewat Karya Seni Kuno

Baca Juga: Di Balik Jalur Perdagangan Rempah Nusantara, Ada Peran Perempuan Hebat

  

Dalam Perjanjian Zaragoza yang dihasilkan, orang-orang Spanyol menjual hak mereka atas Kepulauan Maluku kepada Portugis seharga 350.000 dukat, dan garis pemisah antar wilayah ditetapkan pada 17° timur Kepulauan Maluku.

Selama satu abad, Kerajaan Portugis berkuasa di Samudra Hindia. Baru pada tahun 1595 sembilan pedagang Amsterdam bergabung dan mengorganisir ekspedisi Belanda yang pertama.

"Mereka memilih Cornelis de Houtman untuk memimpinnya dan memberinya empat kapal. Rencananya adalah mengikuti rute tradisional Portugis di sekitar Tanjung Harapan dan kemudian menuju ke Banten, pelabuhan lada utama di Jawa," lanjutnya.

Ilustrasi proses pemetaan peta pelayaran VOC hingga dari Amsterdam ke Hindia-Belanda. (atem.nl)

Ekspedisi kedua dikirim pada tahun 1598 dengan enam kapal, dipimpin oleh Jacob van Neck, dengan Wybrand van Warwijck dan Jacob van Heemskerk, masing-masing memimpin sebuah kapal.

Van Warwijck tiba di Ternate tanpa insiden, diterima dengan baik, mengisi kapalnya dengan rempah-rempah, dan pulang, mencapai Amsterdam pada bulan September 1600.

Setelah usaha van Neck yang sukses, lusinan ekspedisi tambahan melakukan perjalanan ke Kepulauan Rempah-Rempah.

Untuk mengkonsolidasikan sumber daya, pemerintah membentuk Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC) pada tahun 1602. Dari sini juga, gagasan neo-imperialisme Belanda di Indonesia kelak dimulai.