Histori Eropa dalam Perburuan Rempah yang Mendorong Neo-Imperialisme

By Galih Pranata, Selasa, 29 Maret 2022 | 13:00 WIB
Lukisan suasana para orang-orang Portugis di Pulau Banda. (Wikimedia Commons)

  

Baca Juga: Rempah Termahal di Dunia, Saffron Pertama Didomestikasi di Yunani Kuno

Baca Juga: Asal Usul Rempah Termahal, Safron, Terungkap Lewat Karya Seni Kuno

Baca Juga: Di Balik Jalur Perdagangan Rempah Nusantara, Ada Peran Perempuan Hebat

  

Dalam Perjanjian Zaragoza yang dihasilkan, orang-orang Spanyol menjual hak mereka atas Kepulauan Maluku kepada Portugis seharga 350.000 dukat, dan garis pemisah antar wilayah ditetapkan pada 17° timur Kepulauan Maluku.

Selama satu abad, Kerajaan Portugis berkuasa di Samudra Hindia. Baru pada tahun 1595 sembilan pedagang Amsterdam bergabung dan mengorganisir ekspedisi Belanda yang pertama.

"Mereka memilih Cornelis de Houtman untuk memimpinnya dan memberinya empat kapal. Rencananya adalah mengikuti rute tradisional Portugis di sekitar Tanjung Harapan dan kemudian menuju ke Banten, pelabuhan lada utama di Jawa," lanjutnya.

Ilustrasi proses pemetaan peta pelayaran VOC hingga dari Amsterdam ke Hindia-Belanda. (atem.nl)

Ekspedisi kedua dikirim pada tahun 1598 dengan enam kapal, dipimpin oleh Jacob van Neck, dengan Wybrand van Warwijck dan Jacob van Heemskerk, masing-masing memimpin sebuah kapal.

Van Warwijck tiba di Ternate tanpa insiden, diterima dengan baik, mengisi kapalnya dengan rempah-rempah, dan pulang, mencapai Amsterdam pada bulan September 1600.

Setelah usaha van Neck yang sukses, lusinan ekspedisi tambahan melakukan perjalanan ke Kepulauan Rempah-Rempah.

Untuk mengkonsolidasikan sumber daya, pemerintah membentuk Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde Oost-Indische Compagnie atau VOC) pada tahun 1602. Dari sini juga, gagasan neo-imperialisme Belanda di Indonesia kelak dimulai.