"Bahkan, pada masa Sultan Mahmud Badaruddin bin Sultan Bahauddin, Bukit Siguntang pernah dijadikan sebagai tempat untuk mengambil sumpah bagi penduduknya yang sedang bertikai, agar berdamai," terusnya.
J.L. van Sevenhoven dalam jurnal Retno, menyebut bahwa lokasi dilakukannya persumpahan tersebut adalah di makam raja Segentar Alam. Bahkan, menurut Wolters, Bukit Siguntang merupakan jantung bagi Kerajaan Sriwijaya.
Baca Juga: Asal-Usul Taman Nasional di Indonesia, Berawal dari Zaman Sriwijaya
Baca Juga: Legenda Bajak-bajak Laut Sriwijaya yang Meraja di Selat Malaka
Baca Juga: Selisih Shih-Li-Fo-Shih: Teka-teki Sriwijaya yang Tak Berkesudahan
Bukit Siguntang dan sekitarnya merupakan titik pertemuaan berbagai komunitas pada masa itu, serta tempat mengungkapkan rasa kegembiraan atas kemenangan perjalanan suci Raja Sriwijaya dan pengikutnya.
Luapan kegembiraan raja tidak tampak pada puncak bukitnya, melainkan di lereng-lereng perbukitannya, tepatnya di Kedukan Bukit, tempat dibangunnya wanua.
"Peran penting Bukit Siguntang ini juga diperkuat dengan pemberitaan I-tsing yang menyebutkan, bahwa Sriwijaya sebagai pusat ajaran Agama Buddha di Palembang," sambungnya.
I-tsing juga menyebutkan, bahwa di Sriwijaya tinggal lebih dari 1.000 bhiksu dan menyarankan agar para pendeta yang ingin belajar ke India sebaiknya datang dulu ke Sriwijaya untuk belajar di sana.