Van Inhoff, yang boleh dikatakan adalah pengurus sebenarnya pegadaian itu, memilih sebuah rumah di sebelah timur Tijgersgracht, yang terletak di sebelah kanan berseberangan dengan Balai Kota, menjadi kantor bank tersebut.
Baca Juga: Bagaimana Kekuasaan VOC, Kongsi Dagang Terkaya di Dunia, Berakhir?
Baca Juga: Kisah Flying Dutchman, Kapal Era VOC yang Tak Pernah Bisa Berlabuh
Baca Juga: Empat Abad Batavia, Awal Rupa Bandar Terpenting di Asia Tenggara
Pada tanggal 1 Desember 1746, akhirnya Bank van Lening dibuka. Bank tersebut merupakan lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai.
Bank itu memberikan persekot (uang muka/uang panjar) kepada para pedagang swasta dengan agunan emas, perak, permata, barang perdagangan, kain, perabot rumah tangga murahan, dan sebagainya.
"Di samping itu, Bank van Lening menyediakan kredit pembelian rumah," imbuh G. Louisa Balk, F. van Dijk, dan D.J. Kortlang.
Hanya dalam waktu singkat, ratusan orang bersedia berpartisipasi untuk terlibat dengan pegadaian, yang merupakan bank Barat pertama di Asia Tenggara.
Per Januari 1758, modalnya sudah sebesar 1.315.190 ringgit, yang disediakan oleh 197 orang, semua nasabahnya berkebangsaan Eropa. Dengan uang itu, bank memberikan pinjaman uang yang jumlahnya 248.360 ringgit, dengan agunan sebanyak 800 rumah.
Akan tetapi bagian terbesar modalnya, yaitu 750.000 ringgit, didepositokan pada VOC dengan bunga 4½% per tahun. Jumlah uang kontan dalam kas saat itu berjumlah 314.627 ringgit, dan uang lelang yang belum diterima berjumlah 23.781 ringgit.
Jadi, bagian terbesar keuntungan yang diraih oleh bank ini berasal dari uang yang telah dipinjamkan kepada Kompeni dan dari bunga pinjaman kredit rumah. Bunga pinjaman dengan agunan kain juga penting, khususnya bagi para pedagang berkebangsaan Asia.