Wabah Antoninus, Penyakit Misterius yang Membuat Romawi Jadi Neraka

By Sysilia Tanhati, Senin, 4 April 2022 | 14:00 WIB
Wabah Antoninus datang secara misterius. Ada yang menyebut penyakit ini merupakan ganjaran karena orang Kristen tidak menyembah dewa. (Levasseur/Wellcome Collection gallery)

Banyak yang percaya jika Romawi sedang dihukum oleh para dewa karena melanggar sumpah untuk tidak menjarah kota Seleukia.

Dokter kuno Galen pergi dari Roma selama dua tahun. Ketika dia kembali pada tahun 168 M, kota itu telah hancur akibat wabah misterius tersebut. Catatannya, Methodus Medendi, menggambarkan pandemi itu hebat, panjang, dan luar biasa menyedihkan.

Galen juga mengamati para korban menderita demam, diare, sakit tenggorokan, dan bercak-bercak ruam di seluruh kulit. Wabah itu memiliki tingkat kematian 25 persen dan orang yang selamat mengembangkan kekebalan terhadapnya. Yang lain meninggal dalam waktu dua minggu setelah gejala pertama muncul.

“Di tempat-tempat yang tidak mengalami ulserasi, terdapat ruam kasar dan keropeng. Semua akan rontok seperti sekam sehingga pasien menjadi sembuh,” M.L. dan R.J. Littman menulis dalam The American Journal of Philology of the disease.

Ahli epidemiologi modern sebagian besar setuju berdasarkan deskripsi ini bahwa penyakit itu mungkin cacar.

Wabah ini menelan korban hampir sepertiga dari kekaisaran. Pada akhir wabah, sebanyak lima juta orang telah meninggal akibat wabah misterius ini.

Bagaimana Wabah Antoninus menghancurkan Kekaisaran Romawi secara perlahan

Dari jutaan korban wabah, salah satu yang paling terkenal adalah rekan Kaisar Lucius Verus. Ia memerintah di samping Kaisar Antoninus pada 169 M.

Beberapa ahli epidemiologi modern juga berspekulasi bahwa Kaisar Marcus Aurelius sendiri tewas karena penyakit itu pada 180 M. Wabah Antoninus juga sangat berdampak pada militer Roma. Para legiun tertular penyakit dari rekan-rekan mereka yang kembali dari Timur. Tidak dipungkiri, kematian mereka berdampak besar bagi militer Roma.

Akibatnya, kaisar merekrut siapa pun yang cukup sehat untuk bertarung. Sayangnya, jumlahnya pun sedikit mengingat begitu banyak warga yang juga sekarang.

Budak yang dibebaskan, gladiator, dan penjahat bergabung dengan militer. Tentara yang tidak terlatih ini kemudian menjadi korban suku-suku Jermanik. Suku-suku ini mampu menyeberangi sungai Rhine untuk pertama kalinya dalam lebih dari dua abad.

Dengan ekonomi yang bermasalah dan agresor asing yang menguasai, mempertahankan kekaisaran menjadi masalah serius.