Tradisi Ramadan dari Beragam Budaya di Seluruh Penjuru Dunia

By Sysilia Tanhati, Kamis, 7 April 2022 | 12:00 WIB
Anak-anak muda Afrika Selatan menantikan pertanda akhir Ramadan. Mereka menyebut tradisi ini sebagai 'maan keykers'. (Ashraf Hendriks/GroundUp)

Lentera warna-warni menghiasi bulan suci di Mesir

Setiap tahun, orang-orang Mesir menyambut Ramadan dengan fanous warna-warni. Ini adalah lentera denga motif rumit yang melambangkan persatuan dan kegembiraan sepanjang bulan suci.

Meskipun lebih bersifat budaya daripada agama, tradisi identik dengan bulan suci Ramadan, yang memiliki makna spiritual.

Banyak kisah yang berbeda-beda tentang asal mula fanous. Ada yang menyebutkan fanous diprakarsai oleh  dinasti Fatimiyah. Saat itu orang Mesir menyambut Khilafah Al-Muʿizz li-Dīn Allah saat ia tiba di Kairo pada hari pertama Ramadan.

   

Baca Juga: Haq Al Laila, Tradisi Menyambut Ramadan yang Penuh Makna Kebersamaan

Baca Juga: Kurma, Buah Kesukaan Nabi Muhammad yang Memiliki Banyak Manfaat

Baca Juga: Sepuluh Kota dengan Durasi Puasa Ramadan Terlama dan Tersingkat

  

Untuk menyediakan pintu masuk yang terang bagi imam, para pejabat militer memerintahkan penduduk setempat untuk memegang lilin di jalan-jalan yang gelap. Lilin itu dinyalakan dalam bingkai kayu.

Seiring berjalannya waktu, struktur kayu ini muncul menjadi lentera berpola. “Sekarang, fanous dinyalakan di seluruh negeri, menyebarkan cahaya selama bulan suci," tutur Whipple.

Pria berkumpul untuk permainan mheibes di Irak

Pada dini hari, setelah berbuka puasa, para pria di seluruh Irak berkumpul untuk permainan tradisional mheibes.

Dimainkan selama bulan Ramadan, permainan ini melibatkan dua kelompok yang terdiri dari sekitar 40 hingga 250 pemain. Semuanya bergiliran menyembunyikan mihbes atau cincin.

Sebuah permainan penipuan, mheibes dimulai dengan pemimpin tim memegang cincin, tangannya terbungkus selimut. Lainnya harus duduk dengan kepalan tangan di pangkuan saat pemimpin memberikan cincin itu ke salah satu pemain secara rahasia.

Dalam pertukaran yang menegangkan, lawan harus menentukan siapa yang menyembunyikan cincin. “Mereka harus menebaknya dengan mengamati bahasa tubuh para pemain,” kata Whipple.

Meskipun asal-usulnya tidak diketahui dengan pasti, permainan ini memiliki nilai budaya dan sejarah yang mendalam. Beberapa dekade yang lalu, pemerintah Irak menyelenggarakan permainan di seluruh komunitas menampung ratusan peserta dan menyatukan penduduk dari seluruh negeri.