Nationalgeographic.co.id - Pada studi sebelumnya, yang diterbitkan oleh Journal of Sleep Research 8 Juni 2020 berjudul "Associations between sleep disturbances, diabetes and mortality in the UK Biobank cohort: A prospective population‐based study", para peneliti mengungkapkan bagaimana mereka memeriksa data dari setengah juta peserta Inggris paruh baya yang ditanya apakah mereka kesulitan tidur di malam hari atau terbangun di tengah malam.
Laporan tersebut menemukan bahwa orang dengan masalah tidur yang sering memiliki risiko kematian yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki masalah tidur. Hasil yang buruk ini lebih terlihat pada orang dengan diabetes tipe-2. Selama sembilan tahun penelitian, menemukan bahwa mereka 87 persen lebih mungkin meninggal karena sebab apa pun daripada orang tanpa diabetes atau gangguan tidur.
“Meskipun kita sudah tahu bahwa ada hubungan kuat antara kurang tidur dan kesehatan yang buruk, ini menggambarkan masalahnya dengan jelas," kata Malcolm von Schantz, penulis pertama studi ini dan Profesor Kronobiologi dari University of Surrey.
"Diabetes saja dikaitkan dengan 67 persen peningkatan risiko kematian. Namun, kematian peserta dengan diabetes dikombinasikan dengan masalah tidur yang sering meningkat menjadi 87 persen. Dengan kata lain, sangat penting bagi dokter yang merawat penderita diabetes untuk juga menyelidiki gangguan tidur dan mempertimbangkan perawatan yang sesuai," kata rekan penulis Prof. Kristen Knutson dari Northwestern University.
Sedangkan menurut penelitian terbaru yang telah diterbitkan pada 29 Maret 2022 di jurnal Diabetes Care berjudul "Assessing the Causal Role of Sleep Traits on Glycated Hemoglobin: A Mendelian Randomization Study", menemukan bahwa durasi tidur yang kurang atau tidur yang terganggu dapat meningkatkan resistensi insulin dan kadar glukosa plasma yang lebih tinggi.
Orang yang mengalami kesulitan untuk tidur atau tetap tertidur memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi. Ini menawarkan bukti bahwa insomnia dikaitkan dengan risiko Diabetes Tipe-2 yang lebih tinggi. Ini juga menunjukkan bahwa gaya hidup atau perawatan farmakologis yang memperbaiki insomnia dapat membantu mencegah atau mengobati kondisi tersebut.
Untuk penelitian ini, para ilmuwan menggunakan teknik pengacakan Mendel (MR). Analisis MR menggunakan varian genetik sebagai variabel instrumental untuk menilai efek kausal dari eksposur pada hasil. Lima ukuran tidur dipertimbangkan yaitu insomnia, durasi tidur, kantuk di siang hari, tidur siang, dan preferensi pagi atau malam hari (chronotype).
Baca Juga: Paparan Cahaya Saat Tidur Dapat Memicu Penyakit Jantung dan Diabetes
Baca Juga: Lima Rekomendasi Camilan Sehat Bagi Penderita Diabetes, Apa Saja?
Baca Juga: Kurangnya Kesadaran, Penyebab Tingginya Angka Diabetes di Indonesia
Semua ukuran tidur ini terkait dengan kadar gula darah rata-rata, yang dinilai dengan ukuran yang disebut kadar HbA1c. Penelitian terbaru ini melibatkan lebih dari 336.999 orang dewasa yang tinggal di Inggris, menurut laporan mereka sering mengalami kesulitan untuk tidur atau tetap tidur memiliki kadar gula darah yang lebih tinggi daripada mereka yang tidak pernah melaporkan, jarang, atau hanya kadang-kadang mengalami kesulitan tersebut. Tidak ada bukti jelas yang ditemukan untuk efek dari ciri-ciri tidur lainnya pada kadar gula darah.
“Kami memperkirakan bahwa pengobatan insomnia yang efektif dapat menghasilkan lebih banyak penurunan glukosa daripada intervensi yang setara, yang mengurangi berat badan hingga 14kg pada orang dengan tinggi rata-rata. Ini berarti sekitar 27.300 orang dewasa Inggris, berusia antara 40 dan 70 tahun, dengan gejala insomnia yang sering, akan bebas dari diabetes jika insomnia mereka diobati,” kata penulis studi James Liu, Senior Research Associate di Bristol Medical School (PHS) dan MRC Integrative Epidemiology Unit (IEU), seperti yang dikutip dari Tech Explorist.
“Kami tahu dari penelitian sebelumnya bahwa ada hubungan antara tidur dan risiko seseorang terkena diabetes tipe 2, tetapi belum jelas mana yang lebih dulu, tidur yang buruk atau gula darah yang lebih tinggi, atau jika ada faktor lain yang berperan,” tutur Dr. Faye Riley, Manajer Komunikasi Riset di Diabetes UK.
“Namun, penting untuk diingat bahwa diabetes tipe 2 adalah kondisi kompleks dengan banyak faktor risiko. Makan diet seimbang yang sehat, aktif, dan cukup tidur, semuanya merupakan komponen penting dari kesehatan yang baik untuk semua orang, bahkan termasuk mereka yang berisiko, atau hidup dengan diabetes tipe 2,” tambahnya.
Saat ini, para ilmuwan berencana lebih lanjut untuk menentukan dampak pengobatan insomnia pada kadar glukosa darah pada orang dengan dan tanpa diabetes. Melalui ini, mereka dapat menawarkan perawatan potensial untuk mencegah diabetes.