Pengamatan Koin Romawi Ungkap Krisis Ekonomi 2.100 Tahun yang Lalu

By Sysilia Tanhati, Rabu, 13 April 2022 | 12:00 WIB
Untuk membayar hutang perang, pemerintah memperbanyak jumlah koin dengan melakukan devaluasi mata uang. (Butcher et al/Warwick University)

Nationalgeographic.co.id—Pada awal abad ke-1 SM, Republik Romawi mengalami krisis keuangan selama bertahun-tahun.

Kevin Butcher dari Universitas Warwick dan arkeolog Matthew Ponting dari Universitas Liverpool mengadakan penelitian yang membantu menjelaskan sifat dan kedalaman krisis itu. Salah satu tandanya adalah tingginya tingkat inflasi Romawi yang berlangsung selama berabad-abad.

Inflasi Republik Romawi mengubah komposisi uang

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana komposisi uang Romawi mungkin telah diubah 2.100 tahun yang lalu, kedua profesor tersebut merekrut Dr. Adrian Hillier dari Laboratorium STFC Rutherford Appleton untuk melakukan analisis metalurgi terhadap koin Romawi kuno yang berasal dari periode Republik Romawi.

“Hasilnya mengejutkan semua orang yang terlibat dalam proyek,” ungkap Butcher. Mereka menemukan bahwa koin yang telah dibuat dari perak murni sebelum 90 SM mengandung hingga 10 persen paduan tembaga.

"Penemuan penurunan nilai dinar yang signifikan ini memberikan petunjuk baru pada petunjuk Cicero tentang krisis mata uang pada 86 SM," Butcher menjelaskan.

Para sejarawan memperdebatkan apa yang yang dimaksud negarawan dan cendekiawan ketika dia menulis 'mata uang itu dilempar-lempar, sehingga tidak ada yang tahu apa yang dia miliki.' (De Officiis, 3:80).

Melalui penelitian terhadap koin kuno, mereka sekarang mengetahui maksud di balik kalimat Cicero itu.

Tampaknya, koin yang terbuat dari 10 persen tembaga bernilai sekitar 10 persen lebih rendah daripada koin perak. Ini berarti tingkat inflasi Romawi sebesar 10 persen.

Devaluasi mata uang dan inflasi harga akan bersifat universal. Jika semuanya menjadi 10 persen lebih mahal antara 90 dan 86 SM, semua orang akan mengalami kehilangan daya beli. Pada akhirnya dapat mengganggu dan menimbulkan kecemasan bahwa keadaan akan terus memburuk.

"Orang Romawi telah terbiasa dengan mata uang perak yang sangat halus. Jadi mereka mungkin kehilangan kepercayaan pada dinar ketika uang itu tidak lagi murni," kata Ponting. Bagi mereka, koin itu dipalsukan dan tidak lagi terbuat dari 'perak' murni.

Seperti di zaman modern, orang akan menyalahkan pemimpin politik ketika uang tiba-tiba kehilangan nilainya. Pihak berwenang yang mengawasi keuangan Republik Romawi termotivasi untuk menyelesaikan masalah inflasi ini secepat mungkin. “Mereka tahu bahwa konsekuensinya bisa mengerikan jika gagal melakukannya,” ungkap Butcher.